"Keunggulan Manusia diukur dari Sumbangsih Pemikirannya"

Kamis, 12 Agustus 2010

Bawalaksana II


Dalam upaya untuk menjadikan suri tauladan pemimpin yang baik, maka kita tidak boleh sungkan sungkan untuk mencari literatur walaupun mungkin literatur tersebut diperoleh dari cerita pewayangan, yang menurut saya mempunyai nilai adiluhung yang perlu kita lestarikan dan sebagai kajian Kebudayaan Jawa yang memiliki sifat filsafati unggul. masih berbicara masalah bawalaksana kali ini saya akan mengetengahkan cerita yang diambil dari kisah Mahabharata , lebih banyak lagi kita disuguhi dilema dilema bawalaksana ini, bahkan dengan cara cara yang lebih realistik,artinya lebih sesuai dengan kenyataan, yaitu bahwa seorang raja pun manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Pada waktu Prabu Sentanu, seorang raja yang masih muda usia dari Astina , melamar dewi Gangga ( seorang bidadari) untuk menjadi permaisurinya , Dewi gangga menyanggupi dengan satu syarat bahwa apapun yang akan dilakukan oleh dewi Gangga , Prabu Sentanu tidak boleh mencampuri, apalagi mencegah . Syarat itu disanggupi oleh Prabu Sentanu.Beberapa waktu kemudian Dewi Gangga mengandung dan akhirnya lahir seorang anak sangat bagus parasnya. Tentu kesukaan itu hanya berlangsung sesaat. bagaikan disambar petir di siang bolong , Prabu Sentanu menyaksikan bayi itu oleh ibunya dibuang ke sungai gangga segera setelah ia dilahirkan . Barulah Prabu Sentanu menyadari betapa berat konsekwensi yang harus ditanggungnya akibat kesanggupan atau janji yang dahulu. Meskipunhatinya pedih bukan main, ia tak dapat berbuat apa apa, karena sebagai seorang raja yang baik ia harus konsekwen terhadap apa yang telah dijanjikan ia harus bawalaksana.
Setahun kemudian Dewi Gangga mengandung lagi, akan tetapi lagi lagi , harapan harapan Prabu Sentanu untuk memperoleh putra berakhir dengan penderitaan yang pedih, karena bayi laki laki yang kedua ini juga segera dibuang ke sungai Gangga beberapa saat setelah ia dilahirkan.
Kejadian seperti berulang sampai delapan kali . Luka luka di hati Prabu Sentanu semakin lama semakin tak terderitakan lagi. Ia semakin tidak dapat memahami mengapa permaisurinya berlaku demikian kejam terhadap anak anaknya , akan tetapi ia tidak dapat berbuat apa apa karena terikat oleh janji yang telah diucapkan , jangankan untuk mencegah atau melarangnya mempersoalkan saja berarti pengingkaran terhadap janjinya, jelas ini penderitaan batin yang jauh lebih berat dari yang dialami oleh Prabu Dasarata atau pun Sri Rama . Apa yang telah dilakukan berulang ulang oleh istrinya bukan hanya memupuskan harapan Prabu Sentanu untuk memperoleh keturunan yang dapat menggantikan di kemudian hari , tetapi merupakan kekejaman yang sebagai raja harus wajib memberantasnya.
Sungguh amat berat ujian yang dihadapi Prabu Sentanu , setiap kali kejadian itu berulang setiap kali hatinya semakin bimbang untuk menentukan sikap. Apakah ia harus membiarkan kekejaman istrinya yang juga berarti pupuslah harapan untuk memperoleh keturunan ataukah ia harus melanggar janji, yang berarti ia merobah nilai bawalaksana yang harus dijunjung tinggi oleh setiap raja yang baik. Kebimbangan Prabu Sentanu itu menjadi semakin memuncak pada waktu Dewi Gangga mengandung lagi untuk yang kesembilan kalinya . dan ternyata Prabu Sentanu hanyalah seorang manusia biasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Pada saat anak kesembilan lahir , ternyata pikiran , perasaan dan pertimbangan pertimbangan lainnya telah mengental sedemikian kuat dan mengalahkan keteguhan untuk memegang janji yang pernah ia ucapkan . Dengan segala resiko , ia mencegah Dewi Gangga yang berniat membuang anak yang kesembilan ini kesungai Gangga . Dengan demikian janji telah dilanggar oleh Prabu Sentanu dan Dewi Gangga kembali kekahyangan , karena tak mau lagi menjadi istri seorang raja tak kuat memegang janji.
Sikap bawalaksana yang harus dijunjung tinggi terutama oleh para pemimpin tetapi yang sering kali memang amat berat taruhannya.Dan Prabu Sentanu yan pada akhirnya tidak sanggup mempertahankan sikap bawalaksana itu terpaksa menjadi seorang duda dengan bayi laki laki yang diberi nama Bisma atau dewa Brata.
, yang telah ditinggalkan ibunya ke kahyangan .Semoga bisa menjadi perenungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar