"Keunggulan Manusia diukur dari Sumbangsih Pemikirannya"

Rabu, 12 Mei 2010

Aturan Dunia dalam Mencari Rizki


Tulisan ini disarikan dari kitab Jami'us Sa'adat, penghimpun
kebahagiaan, karya seorang ulama besar, seorang mujtahid, filosuf dan
sufi besar di zamannya.

Dunia memiliki dua esensi: esensi dirinya dan esensi hak hamba Allah
swt. Esensi dunia adalah suatu konsep tentang realitas-realitas
makhluk termasuk bumi dan isinya. Dunia Kadang-kadang menyebabkan
manusia menderita dan sengsara yang berkepanjangan, permusuhan dan
pertumpahan darah, menjatuhkan ke lembah kehinaan dan kemaksiatan, dan
lainnya. Dan kadangkala, walaupun jumlahnya lebih sedikit, juga
mengantarkan manusia pada kebahagiaan dan kedamaian, persaudaraan dan
kasih sayang, kemuliaan dan ridha Allah swt, dan lainya.

Allah swt menghimpun tentang dunia dalam firman-Nya:

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُب الشهَوَتِ مِنَ النِّساءِ وَ الْبَنِينَ وَ الْقَنَطِيرِ الْمُقَنطرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَ
الْفِضةِ وَ الْخَيْلِ الْمُسوَّمَةِ وَ الأَنْعَمِ وَ الْحَرْثِ ذَلِك مَتَعُ الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَ اللَّهُ
عِندَهُ حُسنُ الْمَئَابِ

"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga)." (Ali-Imran: 14)

Mencintai semua itu bagian dari dorongan syahwati yang tercela dan
terhina. Mencintai dunia dapat memancing dan mendorong potensi marah
dan pasukannya untuk menguasai hak orang lain, menjajah dan menzalimi
hak hamba-hamba Allah swt.

Di sinilah sering terjadinya kerjasama antara potensi syahwati dan
potesi amarah berikut pasukannya untuk meraih dunia dan keindahannya.
Lebih fatal lagi jika melibatkan potensi pikir ke dalamnya. Pada
awalnya keinginan memperoleh dunia dan keindahannya merupakan kerjaan
potensi syahwat, kemudian ikut nimbrung ke dalamnya potensi marah,
potensi binatang buas. Kemudian disusul oleh potensi pikir, sebagian
ulama menamakannya potensi khayali, dan Imam Ali bin Abi Thalib (as)
menyatakan sebagai potensi iblis. Jika potensi ini bergabung ke
dalamnya, maka sempurnalah kezaliman dan penzaliman terhadap orang
lain, rakyat kecil, dan hamba-hamba Allah swt.

Di era informasi dan global ini manusia tidak perlu mengucurkan
keringat untuk mendapatkan dunia sebanyak-banyaknya. Mereka dapat
menggunakan sains dan tehnologi, merekayasa dengan pikiran untuk
mencuri dan merampas hak orang lain. Perlu dibedakan, pikiran disini
bukan kerja akal yang mulia, tetapi kerja potensi khayali dan iblis
sebagai panglimanya.

Adapun esensi dunia dalam hak hamba Allah swt adalah konsep tentang
semua hartanya selama hidupnya sebelum kematian tiba. Karena setelah
kematiannya harta bukanlah duniawi lagi tetapi menjadi ukhrawi. Setiap
apa yang dimiliki oleh seorang hamba mengandung bagian dari potensi
syahwati, tujuan dan kenikmatan dalam hidupnya sebelum kematian
menjemputnya. Inilah dunia dalam hak seorang hamba.

Hak seorang hamba ini memiliki dua ikatan: ikatan dengan hati yaitu
mencintainya; dan ikatan dengan fisiknya yaitu yang digunakan untuk
kemaslahatan fisiknya, mengambil darinya sesuai dengan kadar yang
dibutuhkan fisiknya. Keinginan dan kecintaan pada haknya yang
semestinya bukanlah hal yang tercela dan terhina. Karena hal ini
sebagai pendamping di dunia yang buahnya akan menjadi pendampinya di
alam kubur dan alam akhirat.

Mengapa dunia ini dinamakan dunia? Karena dunia berasal kata "dana"
artinya rendah dan hina, dari satu sisi. Dari sisi yang lain berarti
dekat, karena itulah seorang ulama atau hamba Allah swt yang merasakan
kelezatan ilmu dan ibadahnya, atau merasakan kenikmatan apa yang
dimilikinya di dunia bukan suatu yang tercela dan terhina. Karena apa
yang dimilikinya itu adalah dunia yang dibungkus dengan akhirat.
Karena itulah dalam sabdanya Rasulullah saw menjadikan shalat sebagai
bagian dari dunia:

حبب إلي من دنياكم ثلاث: الطيب والنساء، وقرة عيني في الصلاة
"Yang kucintai dari duniamu ada tiga: kebajikan, perempuan, dan
kesejukan hatiku dalam shalat."

Semua ini dunia yang dibungkus dengan akhirat, sehingga menjadi bagian
dari amal-amal ukhawi.

Dunia yang Terpuji
Dunia yang terpuji adalah dunia yang dibungkus dengan akhirat.
Menggunakan sesuai kadar yang dibutuhkan. Rizki yang dibutuhkan sesuai
kadanya maka mencarinya adalah termasuk amal kebajikan.

Rasulullah saw bersabda:

العبادة سبعون جزءاً، أفضلها طلب الحلال

"Ibadah ada tujuh puluh bagian, yang paling utama adalah mencari rizki
yang halal."

ملعون من ألقى كله على الناس

"Terlaknatlah orang yang menggantungkan semua kebutuhannya kepada
manusia."
Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata:
"Dunia ada dua macam: dunia yang baik dan dunia yang terlaknat."

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata:
"Barangsiapa yang mencari dunia untuk menjaga kesucian diri dari
manusia, mencari nafkah untuk keluarganya, dan membagi kasih sayang
pada tetangganya, maka ia akan menjumpai Allah azza a jalla pada hari
kiamat, dan wajahnya seperti bulan di malam purnama."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata:
"Orang yang bersungguh-sungguh mencari nafkah untuk keluarganya
seperti seorang pejuang di jalan Allah."
"Bukanlah golongan kami orang yang meninggalkan dunianya untuk
akhiratnya, dan meninggalkan akhiratnya untuk dunianya."
Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: "Janganlah kalian malas untuk
mencari penghidupan kalian, karena sesungguhnya bapak-bapak kami
mempercepat lari kudanya di dalamnya dan mencarinya." Kemudian
seseorang berkata kepadanya: kami mencari dunia dan senang
mendapatkannya. Kemudian beliau bertanya: "Untuk apa kamu mencari
dunia? Ia menjawab: aku mencarinya untuk diriku dan keluargaku,
sebagian aku sedekahkan, dan sebagian lagi untuk melakukan haji dan
umrah. Imam Ja'far (sa) berkata: "Ini bukan mencari dunia, ini mencari
akhrat." Selanjutnya beliau berkata: Abul Hasan (sa) bekerja di Irak
sampai melepuh kedua kakinya. Ia bertanya: Dimana laki-laki itu?
Beliau berkata: "Telah bekerja dengan tangannya sendiri di buminya
orang yang lebih baik dariku, dan ia tidak enggan. Ia bertanya: Siapa
dia? Beliau menjawab: Rasulullah saw, Ali bin Abi Thalib (sa) dan
bapak-bapakku, mereka bekerja dengan tangan mereka sendiri; mencari
rizki adalah bagian dari perbuatan para nabi, para rasul, para washi
dan orang-orang yang shaleh."

Orang Mukmin harus Bekerja
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata bahwa Allah swt menurunkan wahyu
kepada nabi Daud (as): "Sesungguhnya kamu akan menjadi sebaik-baiknya
hamba sekiranya kamu tidak makan dari baitul mal, dan mencari rizki
dengan tanganmu sendiri." Selanjutnya beliau berkata: "kemudian nabi
Daud (as) menangis selama empat puluh hari setiap pagi hari. Lalu
Allah mewahyukan pada besi agar melunak bagi hamba-Nya, Daud. Kemudian
Allah melunakkan besi untuk nabi Daud (as), setiap hari ia mengerjakan
satu baju besi lalu dijualnya dengan harga seribu dirham. Kemudian ia
mengerjakan tiga ratus enam puluh baju besi dan menjualnya dengan
harga tiga ratus enam puluh ribu dirham, sehingga ia tidak butuh lagi
mengambil dari baitul mal."

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata:
"Barangsiapa yang mencintai kami Ahlul bait, maka hendaknya menjadikan
kefakiran sebagai jilbab atau tijfaf (sejenis baju besi)." Jilbab
maksudnya penutup kefakiran dan tijfaf adalah pekerjaan yang baik
untuk menjauhkan kefakiran.

Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) pernah ditanyai tentang orang yang
mengatakan: "kerjaanku duduk-duduk di rumah, melakukan shalat, puasa,
dan beribadah kepada Tuhanku, sementara urusan rizkiku akan datang
padaku." Beliau berkata: "Inilah salah satu dari tiga hal yang
menyebabkan doanya tidak diijabah."

Mencari rizki yang halal dengan cara yang halal merupakan bagian dari
makna kemerdekaan. Kemerdekaan memiliki dua makna:
Pertama: Kemerdekaan dari penjajahan hawa nafsu, kemerdekaan lebih umum.
Kedua: Kemerdekaan dari kepatuhan terhadap hawa nafsu, kemerdekaan
lebih khusus. Yakni menunjukkan kebutuhan kepada manusia, berharap
rizki yang ada di tangan lain, menggantungkan rizkinya pada harta
mereka. Dalam hal ini ada dua kemungkinan: dengan cara haram atau
mubah (yang dibolehkan). Yang haram misalnya, mencuri, merampas,
menipu, berkhianat, dan lainnya. Yang mubah, misalnya dari infak dan
sedekah, kotoran harta manusia. Walaupun cara yang kedua ini mubah,
tapi dapat membentuk sifat ketergantungan pada manusia, berharap pada
harta orang lain. Yang akhirnya dapat menjatuhkan kesucian diri pada
kehinaan, kerendahan martabat, menodai izzatun nafs, dan lainnya.

Data dikutip dari Syamsuri Rifai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar