"Keunggulan Manusia diukur dari Sumbangsih Pemikirannya"

Rabu, 21 April 2010

Penderitaan dan mentertawakan penderitaan


Ada sebagian orang yang berprilaku aneh, orang ini senang dengan penderitaan orang lain,bahkan jika ada informasi tentang tetangganya melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan tertangkap, maka mereka gembira atau senang, tetangganya terkena musibah kecelakaan,malah berprilaku senang ... aneh nian tabiat orang ini.
kasus diatas betul betul terjadi dan ada di sekitar kita, ada yang salah pada orang orang ini. Marilah kita kaji type orang ini.

Percaya tidak kalau ada yang mengatakan manusia sebenarnya sangat menyukai penderitaan ? Malah berlomba-lomba untuk menderita. Kalau anda tidak percaya, mungkin anda sama dengan saya ketika pertama kali mendengarnya dulu. Awalnya saya pikir itu hanyalah gurauan atau sindiran saja. Tetapi setelah lama mengamati diri sendiri dan orang lain, kelihatannya pendapat itu ada sisi benarnya.

Adalah bukan hal yang aneh lagi apabila alam bawah sadar kita sering bekerja bertolak belakang dengan logika. Secara logika, kita setuju bahwa marah itu tidak baik dan tidak sehat, namun kenyataannya kita sering sekali terpancing marahnya. Tatkala akal sehat bilang carilah bahagia dalam hidup ini, tidak ada gunanya sedih, isilah memori pikiran dengan yang lucu, indah dan bermanfaat, eh..malahan banyak yang senang dengan perselisihan dan ketidaktentraman. Tingginya rating acara di tv yang menjual amarah, dendam, kekurangajaran anak pada orang tua, kecemburuan, pertengkaran, kekerasan, keserakahan sampai dengan tema yang menimbulkan pro dan kontra, tak ketinggalan tentunya gossip-gosip tentang kehidupan pribadi orang lain juga menambah bukti kegemaran kita sebagai penonton terhadap hal-hal yang sebenarnya mengantarkan kita ke gerbang penderitaan. Tapi kita menyebutnya hiburan.

Amati lagi ketika ada orang yang marah dan memaki kita. Sebagian besar dari kita akan bereaksi dengan tidak senang dan cenderung membalasnya. Sebagai pembenaran atas reaksi kasar kita, lalu kita bilang "Saya sih orangnya gak suka jahat. Tapi kalau ada orang yang jahat kepadaku, maka aku akan jauh lebih jahat lagi. Kalau ada orang yang menghinaku, maka akan ku balas dengan yang lebih hina. Emangnya cuma dia yang bisa begitu ?".

Sangatlah buruk apabila kita sampai punya kebiasaan membalas kejahatan dengan yang lebih jahat, membalas kemarahan dengan kemarahan yang lebih besar, membalas kata-kata kasar dengan kata-kata yang lebih kasar. Kalau dipikir-pikir sebenarnya yang kita katakan adalah : "Kalau ada orang yang bilang ke saya bahwa dia mau ke nereka, maka haruslah saya yang pertama. Tidak saya ijinkan dia duluan !" (Hah...? apa gak salah ?)

Setelah segala macam pengalaman sedih dan membawa penderitaan ini terjadi, ternyata masih punya satu kebiasaan buruk lagi yang sering kebanyakan orang suka lakukan, yaitu menyimpan kenangan yang tidak bermanfaat itu dalam ingatan sampai luuaaamaaa sekali. Padahal kenangan tidak bermanfaat itu setiap kali terpikir, membuat hati jadi tidak enak. Makin sering dipikir, makin suram rasanya. Tapi kok masih terus menyimpannya, aneh memang. Kalau dipikir-pikir hobby kita yang satu ini, jadi ikutan sedih rasanya...Oppps, nah tuh benar kan ? lagi-lagi terbukti pikiran ini senang mikirin hal-hal yang kurang baik dan menyedihkan.

Ya sudahlah... sekarang coba kita letakan sejenak semua beban ingatan, lepaskan semua unek-unek, buang jauh-jauh semua ganjalan dihati. Tarik nafas dalam dan panjang...nikmati detik kita SAAT INI.....lalu keluarkan nafas dengan perlahan-lahan sekali....nikmati dan tersenyum bahagialah karena saat ini kita masih memiliki kesempatan untuk mencoba lagi membiasakan diri terlibat hanya dalam hal-hal yang bermanfaat saja. Semoga kali ini lebih baik.

Jika kita ingin mendalami seluk beluk perasaan orang terhadap penderitaan kita lihat cerita berikut ini;

"Aku beristighfar mohon ampun kepada Allah swt selama tiga puluh tahun karena mengatakan Alhamdulillâh," ujar al-Syibli rahimahullâhu Ta'ala pada suatu hari kepada muridnya.

"Bukankah ucapan Alhamdulillâh adalah pujian dan syukur terhadap Allah, mengapa mesti beristighfar karenanya?" tanya muridnya heran. "Karena ucapan itu lahir dari perasaan yang salah" jawab al-Syibli.

Maka al-Syibli pun mulai bercerita, "Tiga puluh tahun lalu aku adalah seorang pedagang kain di pasar kota Baghdad ini. Suatu hari terjadi kebakaran hebat di kota Baghdad. Merasa cemas dengan keselamatan daganganku, segera aku bergegas menuju pasar. Api pun telah membakar di mana-mana. Seluruh toko di pasar itu hangus terbakar, kecuali tokoku sendiri.

Melihat tokoku tidak terbakar api, spontan aku mengatakan Alhamdulillâh! Tetapi sesaat kemudian aku menyesali ucapanku, karena Alhamdulillâh yang aku katakan adalah ungkapan kegembiraan melihat tokoku selamat tetapi tidak peduli dengan toko lain yang hangus dimakan api. Setiap mengenang kejadian itu aku beristighfar mohon ampun kepada Allah".

Melihat orang-orang yang tinggal di kolong jembatan, kita ingat rumah kita yang layak dan enak, maka kita pun mengatakan Alhamdulillâh.

Jika ucapan ini lahir dari rasa senang terhadap nikmat yang kita dapatkan tanpa ada rasa prihatin terhadap penderitaan orang yang tidak punya tempat tinggal itu, maka kita harus beristighfar memohon ampun kepada Allah atas tidak pekanya perasaan kitaMelihat orang lain yang menderita kelaparan, kita ingat bahwa kita selalu mendapatkan makanan setiap hari, lantas kita mengatakan Alhamdulillâh.

Nabi saw bersabda,


لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
Tidaklah beriman seseorang sampai ia menyukai kebaikan bagi saudaranya seperti ia menyukai kebaikan untuk dirinya sendiri." (HR. al-Bukhari, Muslim, al-Nasai dan al-Tirmidzi dari Anas bin Malik ra)

Artinya jika kita senang perut kita kenyang maka jika ada orang lain yang kelaparan maka terasa perihlah hati kita dan kita pun rela berbagi makanan dengan mereka. Itu tandanya ada iman di hati kita.

Jika kita senang tubuh kita sehat, melihat orang lain yang sedang sakit terasa perihlah hati kita dan terdorong untuk meringankan penderitaan orang itu. Ini tandanya ada iman di hati kita.

Puasa Ramadhan mengajarkan kita arti lapar dan haus. Kita berpuasa, ada makan sahurnya dan ada berbukanya. Kita berpuasa hanya tiga belas setengah jam di siang hari, bukan sehari semalam. Kita berpuasa hanya sebulan dalam satu tahunnya, bukan sepanjang tahun. Puasa kita memang singkat, tetapi tafakur kita lah yang harus sangat panjang. Tafakur panjang membuat mata dan telinga hati kita mendengar dan melihat jeritan derita orang di sekitar kita.

Tidak sedikit orang yang berpuasa dua puluh empat jam dalam satu hari, tanpa makan sahur tanpa berbuka. Mereka berpuasa karena memang tidak ada makan. Jika kita menderita karena menahan lapar dan haus dalam waktu yang tidak terlalu lama, mereka pasti jauh lebih menderita karena kelaparan yang sudah terlalu lama.

"Tidaklah beriman seseorang sampai ia menyukai kebaikan bagi saudaranya seperti ia menyukai kebaikan untuk dirinya sendiri."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar