"Keunggulan Manusia diukur dari Sumbangsih Pemikirannya"

Minggu, 28 Maret 2010

Solusi Beli Tanah Murah di Magelang






Dijual beberapa lokasi tanah milik sendiri :
1. Tanah sawah , luas 2433 M , sertifikat HM , tanah produktif untuk tanam padi , hasil produksi tiap musim tanam 10-15 kwintal , dekat irigasi , sepanjang tahun air mengalir , harga 170 Juta nego tebal, minat hub di no mer 081802702007 , email wicscenter@gmail.com

2. Tanah pekarangan luas 1168 M penuh dengan pohon besar mahoni dan jati 525 pohon , lingkar ratarata 60-70cm , tinggi rata rata 12 M , harga 170 Juta nego tebal , sertifikat HM

3.Rumah dan Tanah di Tengah kota Magelang , luas 498 M , di Menowo , Dari Jl. A Yani 20M jalan masuk 6M , lebar depan 25 M , SERTIFIKAT HM , HARGA 900 JUTA NEGO

4. Tanah pekarangan 4200 M di Pakis , Jalan Mgl- Kopeng , harga per m 160.000 , sertifikat Hm , nego
5. Tanah perkebunan 1,8 Ha di Pakis  harga 125.000 per m , cocok untuk tanam sayuran, buah, bunga dll  , Sertifikat HM nego tebal

Sabtu, 27 Maret 2010

Sesuatu yang indah


Kita diwajibkan oleh Allah untuk mensyukuri nikmat Allah
" Barang siapa yang mensyukuri nikmatku maka kutambah nikmatmu ,tapi barang siapa kufur atas semua nikmat yang aku berikan maka siksaku amatlah pedih"
Sepenggal peringatan bagi kita untuk mensyukuri nikmat Allah , oleh karena itu pandai pandailah , sebagai makhluk ciptaanya maka wajib hukumnya untuk menjalankan semua yang diperintahkan oleh yang memberi hidup kita .
Banyak pelajaran berharga untuk kita ambil hikmah didalamnya , seringkali kita selalu berharap kepada Allah atas permintaan dan doa kita terkabul , namun untuk itu semua dibutuhkan adap atau tata cara yang benar agar semua doa kita terkabulkan , kita harus tahu diri , sudah bersihkan hati kita , iklhas kah doa yang kita lantunkan , kita sepertinya sudah sedemikian dekat dengan Allah maha Pencipta , seolah olah kita termasuk orang Mutaqin yang doanya tidak tertolak ,padahal kita dihadapan Allah belum apa apanya , masih banyak salah dan dosa , kadang kadang mersa sudah jujur , bersih dan taqwa , padahal semuanya rahasia Allah , oleh karena itu kita harus Khusnudhon saja , kita berprasangka baik saja , kita ikhlas dan serahkan semua kepada Allah , semoga doa terkabulkan dan kita dogolongkan kedalam orang yang disayang Allah sehingga semua doa kita terkabulkan ... Amin ya Robbal Alamin .
Kita paham atas janji Allah bahwa "Setiap Kesulitan pasti ada kemudahan" maka jika kita menghadapi kesulitan kita kembalikan kepada Allah niscaya akan ketemu jalan keluarnya dengan catatan kita pasrah dan Tawaqal ., jangan sekali kali ragu , maka jika kita ragu maka keraguan lah yang akan hadir ,
Sesuatu yang Indah akan hadir dihadapan kita jika doa kita terkabulkan .... maka pandai pandailah membawakan diri kita baik sesama manusia maupun saat berhadapan dengan Allah SWT , semoga bermanfaat apa yang telah saya tulis ini , karena kita harus saling mengingatkan agar kita selamat menempuh perjalan dunia dan Akhirat dan digolongkan sebagai manusia yang baik , kanjeng Nabi mengatakan " Sebaik baiknya manusia adalah yang sebesar besarnya bermanfaat bagi orang lain , tolong menolonglah kamu sesama muslim karena engkau akan ditolong Allah SWT .

Kamis, 25 Maret 2010

Bisnis Center sebagai sebuah model pembelajaran kewirausahaan

Apa Bisnis Center SMK itu ? , pertanyaan yang wajar bagi masyarakat , karena tidak semua lapisan masyarakat mengetahui bisnis center SMK , sebenarnya bisnis center dimaksudkan sebagai wadah / lembaga di sebuah SMK yang bergerak dibidang usaha bisnis berupa Grosir dan atau Retail , yang bidang usahanya adalah berdagang , yang keberadaanya dimaksudkan sebagai wadah mendidik siswanya untuk menjadi wirausaha mandiri , agar memiliki kemampuan diri dibidang perdagangan , oleh karena keberadaanya untuk mendidik berdagang maka guru atau instrukturnya adalah guru yang memiliki pengalaman berdagang/atau berusaha atau memiliki usaha dirumah atau ditempat lainnya , agar apa yang diajarkan kepada siswanya lebih merupakan pengalaman praktis selama menjadi pedagang atau wirausaha.
Yang menjadi persoalan adalah Sekolah yang bagaimana yang dapat memiliki Bisnis Center , yaitu sekolah dengan akreditasi minimal B atau sekolah yang telah bersertifikat ISO 9001-2008 dan telah dinyatakan lolos verifikasi oleh Tim Diknas Pendidikan di Propinsi Up Kabid Dikmen .Untuk Bisnis Center SMK khususnya di SMK N 2 Magelang telah menerima 2 kali bantuan yang pertama dari Direktorat Dikmenjur Sebesar Rp 250.000.000,00 dan yang kedua dari Propinsi lewat Diknas Prop jateng Up Kabid Dikmen , dari dana yang diterima telah menjadikan toko yang mulanya kecil seperti warungnya Mbah Darmo disulap menjadi sebuah Toko mendekati Jenis Retail Minimarket dengan menyediakan semua jenis kebutuhan Rumah tangga , dengantampilan seperti itu menjadikan Toko Edmart namanya lebih dikenal dilingkungan Kota dan Kabupaten Magelang , dengan perkembangan yang pasti maka dalam waktu kurang dari 1 tahun ., asset yang dimiliki Edmart telah menunjukkan perkembangan yang signifikan , sehingga banyak pihak yang telah mulai memperhitunmgkan keberadaanya ditandai dengan semakin banyaknya rekanan yang menjalin kerjasama , terutama banyaknya rekanan yang titip barang atau konsinyasi , sebuah perkembangan yang menggembirakan , namun disana sini masih perlu bantuan suport dan doa dari semua warga sekolah agar keberadaanya lebih maju dan sesuai harapan warga sekolah yaitu dapat menjadi sumber kesejahteraan bersama ... Amien,dari harapan tersebut perlu dibuat sebuah perencanaan yang baik agar harapan sesuai dengan kenyataan , untuk semua pengurus Bisnis center diharapkan peransertanya , dengan melaksanakan Job discription yang telah disampaikan lewat surat tugas , sehingga tidak akan mengenal rasa kecemburuan dari bidang bidang garapan masing masing seksi , pengurus yang baik harusnya jemput bola , bekerja bukan atas perintah namun mampu melihat kondisi , sehingga kita selalau kreatif dalam bekerja , kalau kita bekerja kreatif maka semua pihak terutama rekan kerja akan sangat menghargai peran sertanya , karena pengurus yang baik adalah pengurus yang ikut serta dalam proses membesarkan bisnis center yang memiliki brain image yang baik.Kapan bisnis center sebagai pusat kulakan atau grosir bisa terwujud , tergantung dari semua pihak yang memiliki kepentingan bersama agar bisnis center dapat maju dan dapat memrankan dirinya sebagai salah satu ikon sekolah kejuruan bisnis , karena keberadaan bisnis center dapat menjadikan daya tarik tersendiri bagi orang tua siswa dengan melihat toko atau tempat praktek pendidikan bisnisnya saja maju pesat tentu saja berdampak pada hasil lulusannya yang memiliki jiwa wirausaha mandiri , seringkali kita terlalu berharap pada hasil lulusaannya tetapi kenyataanya tidak sesuai harapan kita bersama maka upaya kita adalah menjadikan siswa kita memiliki jiwa wirausaha mandiri dengan mental yang kuat dan tahan uji, yang meiliki mental prigel dalam istilah Jawanya dalam menghadapi permasalahan kehidupan yang semakin berat kedepannya ,.
Bagaimanakah langkah atau upaya untuk mewujudkan kondisi tersebut , dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung serta strategi jitu dengan melibatkan semua komponen sekolah yang memiliki sikap handarbeni dengan pola manajemen terbuka , mau menerima kritik dan saran yang bersifat membangun serta sistem marketing yang handal yang melibatkan siswa sebagai ujung tombak pemasaran serta warung atau toko orang tua siswa sebagai bagian pemasaran atau cabang toko bisnis center dengan sistem bagi hasil yang adil dan menguntungkan semua pihak , sehingga kedepan keberadaan bisnis center menjadikan idola kegiatan siswa untuk belajar bisnis..... Semoga !

Rabu, 24 Maret 2010

Harapan tidak selalu sama dengan kenyataan

Sudah dua hari aku menjaga siswaku yang kecelakaan dirumah sakit RSU Tidar Magelang sebagai pengawas Sekolah dalam UN 2010 , dari peristiwa ini ada hikmah yang aku petik , si Fibri nama siswaku cerita kepadaku dia bilang , Bapak sebenarnya aku sudah merasakan ada sesuatu yang nggak beres pada diriku , karena malam sebelum kecelakaan aku nggak bisa tidur , entah apa sebabnya , ternyata terjawab sudah pada pagi hari saat aku mau berangkat sekolah jam 06.15 aku tabrakan dengan sepeda motor lain, akibatnya aku patah lengan kanan dan jari jemariku 2 remuk dan satu jari telunjuk prutul satu , demikian cerita Febri si anak tunggal tersebut .
Dari kisah Febri tersebut sebenarnya kita bisa mengambil pelajaran berharga , sebagai manusia beriman kita sudah diingatkan sama Allah SWT , namun jarang yang tahu seperti Febri perasaan ndak tenag dan tidak bisa tidur , sebenarnya bagi yang tahu maka cepat cepat kembali minta pertolongan kepada yang memberi hidup yaitu Allah SWT dengan pasrah berserah diri dan berdoa semoga tidak mengalami kejadian yang buruk , karena kita tidak tahu umur manusia cuma Allah yang tahu , kita sering berharap terlalu besar dan maksimal ternyata yang datang adalah yang sepele /kecil / remeh sehingga jika tidak pandai bersyukur maka tidak mungkin hadir sesuatu yang besar ,kehadiran sesuatu yang besar pasti diawali dengan datangnya yang kecil terlebih dulu , kalau yang kecil ternyata disyukuri maka biasanya suatu saat akan datang yang besar ,karena semua rejeki dan jabatan semua karena karma Allah SWT , sehingga kita tidak boleh mendikte Allah SWT bahwa harus yang besar besar saja yang datang , sabagai manusia yang beriman kita harus tahu diri bahwa semua diatur oleh Yang Maha Kuasa sehingga kita boleh berlaku semena mena terhadap makhluk lain , kerena jika kita seenaknya sendiri maka berkah tidak akan datang pada kita , dan kita harus paham betul bahwa hidup ini penuh rahasia , harapan tidak selalu sama dengan kenyataan , sehingga kita harus pandai pandai membawa diri agar apa yang menjadi harapan kita akan datang pada kita .... Amien Ya robbal Alamin

Sabtu, 20 Maret 2010

Keuntungan Bersaing dalam berbisnis suatu kajian

Marilah kita kaji tulisan ini ....

Keunggulan bersaing :
harus memperhatikan 4 hal :
1. kualitas produk dan biaya :
- artinya kualitas Oke , jika kurang oke bisa ditempuh dengan perang harga ,layanan
harus diperhatikan dan biaya harus efisien agar harga dapat dijangkau oleh
konsumen
2. Waktu dan teknologi :
- agar lebih ungggul dari pesaing harus lebih cepat masuk dalam pasar , gunakan
teknologi yang canggih , cuma butuh biaya besar
3. Membangun benteng pertahanan dengan membuat skala ekonomis dan perbedaan :
- harga murah dan perbedaan produk hanya dapat unggul sementara waktu
contoh, honda dengan irit BBM , jika semua sepeda motor 4 tak maka irit BBM
tak ada pengaruhnya
4. mengandalkan modal besar :
Calon pengusaha dan pengusaha kecil takut pada pemodal besar , padahal bisa
diatasi dengan mengadakan aliansi dengan perusahaan lain , misal Hero beraliansi
dengan Giant untuk menghadapi Carrefour
Kunci Sukses untuk bersaing :
a. Memuaskan Karyawan terlebih dahulu agar dapat melayani pelanggan dengan
sepenuh hati
b. Dengan mengkombinasikan produk dan melihat tren , maka kita dapat
menemukan peluang pasar baru
c. Kecepatan merupakan bagian dari keunggulan bersaing misal dalam waktu 10 menit
terakhir sebelum tutup pelanggan dapat discountt 10 % wah senang sekali
d. Dengan menggeser peraturan permainan , kita dapat menciptakan peluang baru
misal Sereal mengiklankan produknya sebagai pengganti sarapan pagi
e. Memberikan sinyal produk baru akan di launching Yad , jadi pelanggan akan
menunggu produk baru terus...
f. Membingungkan pesaing serta menciptakan produk baru , misal Pizza Hut dan
Mcdonald's selalu melakukan inovasi produk dan melakukan promosi melalui media
, bikin bingung pesaing

Penelitian kuantitatif suatu kajian

Mohon untuk dibaca kajian tulisan ini .....
A. Pendahuluan
Penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang analisisnya secara umum memakai analisis statistik. Penelitian kuantitatif dikembangkan oleh penganut positivisme yang dipelopori oleh Auguste Conte. Aliran ini berpendapat bahwa untuk memacu perkembangan ilmu-ilmu sosial, maka metode-metode IPA harus diadopsi ke dalam riset-riset ilmu sosial (Harahap, 1992).
Karenanya dalam penelitian kuantitatif pengukuran terhadap gejala yang diamati menjadi penting, sehingga pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur (angket) yang disusun berdasarkan pengukuran terhadap variabel yang diteliti yang kemudian menghasilkan data kuantitatif.
Berbeda dengan penelitian kualitatif yang menekankan pada studi kasus, penelitian kuantitatif bermuara pada survey.
Richard dan Cook (dalam Abdullah Fajar, 1992) mengemukakan perbedaan paradigma penelitian kualitatif dan kuantitatif sebagai berikut :


PARADIGMA KUALITATIF PARADIGMA KUANTITATIF
Menganjurkan pemakaian metode kualitatif

Bersandar pada fenomenologisme dan verstehen; perhatian tertuju pada pemahaman tingkah laku manusia dari sudut pandangan pelaku itu sendiri.

Pengamatan berlangsung secara alamiah (naturalistic) dan tidak dikendalikan (uncontrolled)

Bersifat subyektif

Dekat dengan data; bertolak dari perspektif dari “dalam” individu atau masyarakat yang diteliti.

Penelitian bersifat mendasar (grouned), ditujukan pada penemuan (discovery-oriented), menekankan pada perluasan (expansionist), bersifat deskriptif, dan induktif.

Berorientasi pada proses

Valid; data bersifat ‘mendalam’, ‘kaya’, dan ‘nyata.

Tidak dapat digeneralisasikan; studi di atas kasus tunggal

Bersifat holistic

Mengasumsikan adanya realitas yang bersifat dinamik Menganjurkan pemakaian metode-metode kuantitatif.

Bersandar pada positivisme logika; mencari fakta-fakta dan sebab-sebab dari gejala sosial dengan mengesampingkan keadaan individu-individu.

Pengamatan ditandasi pengukuran yang dikendalikan dan blak-blakan (obtrusive)

Bersifat obyektif


Jauh dari data; bertolak dari sudut pandangan dari “luar”


Penelitian bersifat tidak mendasar (ungrouned), ditujukan pada pengujian (verification-oriented), menekankan penegasan (confirmatory), reduksionis, inferensial, deduktif-hipotetik.

Berorientasi pada hasil

Reliabel; data ‘keras’ dan dapat diulang


Dapat digeneralisasikan; studi atas banyak kasus

Bersifat partikularistik

Mengasumsikan adanya realitas yang stabil


B. Langkah-Langkah Penelitian Kuantitatif
1. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah memuat hal-hal yang melatar belakangi dilakukannya penelitian, apa hal yang menarik untuk melakukan penelitian biasanya karena adanya kesenjangan antara kesenjangan antara yang seharusnya dan kenyataan. Dalam bagian ini dimuat deskripsi singkat wilayah penelitian dan juga jika diperlukan hasil penelitian peneliti sebelumnya. Secara rinci latar belakang (Wardi Bachtiar:1997) berisi:
a. Argumentasi mengapa masalah tersebut menarik untuk diteliti dipandang dari bidang keilmuan/maupun kebutuhan praktis.
b. Penjelasan akibat-akibat negatif jika masalah tersebut tidak dipecahkan.
c. Penjelasan dampak positif yang timbul dari hasil-hasil penelitian
d. Penjelasan bahwa masalah tersebut relevan, aktual dan sesuai dengan situasi dan kebutuhan zaman
e. Relevansinya dengna penelitian-penelitian sebelumnya
f. Gambaran hasil penelitian dan manfaatnya bagi masyarakat atau negara dan bagi perkembangan ilmu
2. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah
a. Identifikasi Masalah
Masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai adanya kesenjangan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, adanya kesenjangan informasi atau teori dan sebagainya.
b. Pemilihan Masalah
1). Mempunyai nilai penelitian (asli penting dan dapat diuji)
2). Fisible (biaya, waktu dan kondisi)
3). Sesuai dengan kualifikasi peneliti
4). Menghubungkan dua variabel atau lebih (Nazir: 1988)
c. Sumber Masalah
Bacaan, seminar, diskusi, pengamatan, pengalaman, hasil penelitian terdahulu, dan lain-lain.
d. Perumusan Masalah
1). Dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya
2). Jelas dan padat
3). Dapat menjadi dasar dalam merumusan hipotesa dan judul penelitian
Selain dirumuskan dalam bentuk kalimat Tanya, suatu masalah dapat dirumuskan dengan menggunakan kalimat berita. Keduanya sama baiknya akan tetapi ada perbedaan dalam kemampuannya mengkomunikasikan pesan yang ada di dalamnya. Kalimat berita lebih bersifat memberikan gambaran tentang karakteristik masalah yang bersangkutan. Sedangkan kalimat tanya dapat lebih mengakibatkan adanya tantangan untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut.
Terlepas dari bentuk perumusan masalah yang digunakan, terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai pegangan untuk merumuskan masalah, yaitu sebagai berikut :
1) Masalah yang dirumuskan harus mampu menggambarkan penguraian tentang gejala-gejala yang dimilikinya dan bagaimana kaitan antara gejala satu dengan gejala lainnya.
2) Masalah harus dirumuskan secara jelas dan tidak berarti dua, artinya tidak ada maksud lain yang terkandung selain bunyi masalahnya. Rumusan masalah tersebut juga harus dapat menerangkan dirinya sendiri sehingga tidak diperlukan keterangan lain untuk menjelaskannya. Masalah yang baik selalu dilengkapi dengan rumusan yang utuh antara unsur sebab dan unsur akibat sehingga dapat menantang pemikiran lebih jauh.
3) Masalah yang baik hendaknya dapat memancing pembuktian lebih lanjut secara empiris. Suatu masalah tidak hanya menggambarkan hubungan antargejala tetapi juga bagaimana gejala-gejala tersebut dapat diukur (Ace Suryadi: 2000).
e. Perumusan Tujuan dan Manfaat Penelitian
1) Tujuan penelitian adalah suatu pernyataan tentang apa yang akan kita cari/ capai dari masalah penelitian. Cara merumuskan yang paling mudah adalah dengan mengubah kalimat pertanyaan dalam rumusan masalah menjadi kalimat pernyataan.
2) Manfaat penelitian mencakup manfaat teoritis dan praktis (Arikunto:1992).
f. Telaah Pustaka
1) Manfaat Telaah Pustaka
2) Untuk memperdalam pengetahuan tentang masalah yang diteliti
3) Menyusun kerangka teoritis yang menjadi landasan pemikiran
4) Untuk mempertajam konsep yang digunakan sehingga memudahkan perumusan hipotesa
5) Untuk menghindari terjadinya pengulangan penelitian

g. Pembentukan Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan pemikiran yang membantu arah penelitian, pemilihan konsep, perumusan hipotesa dan memberi kerangka orientasi untuk klasifikasi dan analisis data (Koentjaraningrat:1973). Kerangka teori dibuat berdasarkan teori-teori yang sudah ada atau berdasarkan pemikiran logis yang dibangun oleh peneliti sendiri.
Teori yang dibahas atau teori yang dikupas harus mempunyai relevansi yang kuat dengan permasalahan penelitian. Sifatnya mengemukakan bagaimana seharusnya tentang masalah yang diteliti tersebut berdasar konsep atau teori-teori tertentu. Khusus untuk penelitian hubungan dua variabel atau lebih maka dalam landasan teori harus dapat digambarkan secara jelas bagaimana hubungan dua variabel tersebut.
h. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin dan paling tinggi tingkat kebenarannya. Hipotesa merupakan kristalisasi dari kesimpulan teoritik yang diperoleh dari telaah pustaka. Secara statistik hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan populasi yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian.
i. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Konsep merupakan definisi dari sekelompok fakta atau gejala (yang akan diteliti). Konsep ada yang sederhana dan dapat dilihat seperti konsep meja, kursi dan sebagainya dan ada konsep yang abstrak dan tak dapat dilihat seeprti konsep partisipasi, peranan dan sebagainya. Konsep yang tak dapat dilihat disebut construct. Karena construct bergerak di alam abstrak maka perlu diubah dalam bentuk yang dapat diukur secara empiris, atau dalam kata lain perlu ada definisi operasional.
Definisi operasional adalah mengubah konsep dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.
Konsep yang mempunyai variasi nilai disebut variabel. Variabel dibagi menjadi dua:
a. Variabel deskrit/katagorikal misalnya : variabel jenis kelamin.
b. Variabel Continues misal : variabel umur
Proses pengukuran variabel merupakan rangkaian dari empat aktivitas pokok yaitu:
1. Menentukan dimensi variabel penelitian. Variabel-variabel penelitian sosial sering kali memiliki lebih dari satudimensi. Semakin lengkap dimensi suatu variabel yang dapat diukur, semakin baik ukuran yang dihasilkan.
2. Merumuskan dimensi variabel. Setelah dimensi-dimensi suatu variabel dapat ditentukan, barulah dirumuskan ukuran untuk masing-masing dimensi. Ukuran ini biasanya berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan dimensi tadi.
3. Menentukan tingkat ukuran yang akan digunakan dalam pengukuran. Apakah skala: nominal, ordinal, interval, atau ratio.
4. Menguji tingkat validitas dan reliabilitas dari alat pengukur apabila yang dipakai adalah alat ukur yang baru.
Contoh yang bagus proses pengukuran suatu variabel dikemukakan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok:1989) yang mengembangkan suatu konsep untuk mengukur tingkat religiusitas. Menurut pendapat mereka konsep religiusitas mempunyai lima dimensi sebagai berikut :
1. Ritual Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana orang mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama mereka. Seperti sholat, puasa, membayar zakat, dan lain-lain, bagi yang beragama Islam. atau pergi ke gereja dan kegiatan ritual lainnya bagi yang beragama Kristen.
2. Ideologi Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agama mereka masing-masing. Misalkan apakah seseorang yang beragama percaya tentang adanya malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan lain-lain hal yang sifatnya dogmatik.
3. Intellectual Involvement, sebenarnya jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya. Seberapa jauh aktivitasnya di dalam menambah pengetahuan agamanya, apakah dia mengikuti pengajian, membaca buku-buku agama, bagi yang beragama Islam. bagi yang beragama Kristen apakah dia menghadiri Sekolah Minggu, membaca buku-buku agama, dan lain-lain. Demikian pula dengan orang pemeluk agama lainnya, apakah dia mengerjakan hal-hal yang serupa.
4. Experiential Involvement, yaitu dimensi yang berisikan pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya, apakah seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan Tuhan; apakah di apernah merasakan bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain-lain.
5. Consequential Involvement, yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotifikasikan oleh ajaran agamanya. Misalkan apakah dia menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. misalnya, apakah dia pergi mengunjungi tetangganya yang sakit, mendermakan sebagian kekayaannya untuk kepentingan fakir miskin. Menyumbangkan uangnya untuk pendirian rumah yatim piatu, dan lain-lain.
Dimensi-dimensi yang disebut di atas kemudian diperinci dalam aspek yang lebih kecil dalam bentuk pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian dijadikan komponen alat pengukur yang terhadap dimensi tingkat religiusitas.

C. Validitas dan Reliabiltas Instrumen
Pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur variabel yang kita teliti sebelumnya harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Bila instrumen/alat ukur tersebut tidak valid maupun reliabel, maka tidak akan diperoleh hasil penelitian yang baik.
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang akan diukur.
Ada beberapa jenis validitas, namun yang paling banyak dibahas adalah validitas konstruk. Konstruk atau kerangka konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggabarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian penelitian. Konsep itu kemudian seringkali masih harus diubah menjadi definisi yang operasional, yang menggambarkan bagaimana mengukur suatu gejala. Langkah selanjutnya adalah menyusun pertanyaan-pertanyaan/ pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan definisi itu.
Untuk mencari definisi konsep tersebut dapat ditempuh dengan berbagai cara sebagai berikut :
1. Mencari definisi konsep yang dikemukakan para ahli. Untuk ini perlu dipelajari buku-buku referensi yang relevan.
2. Kalau dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi konsep-konsep penelitian, maka peneliti harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut. Untuk tujuan ini peneliti dapat mendiskusikan dengan ahli-ahli yang kompeten dibidang konsep yang akan diukur.
3. Menanyakan definisi konsep yang akan diukur kepada calon responden atau orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden (Ancok: 1989). Misalnya peneliti ingin mengukur konsep “religiusitas”. Dalam mendefinisikan konsep ini peneliti dapat langsung menanyakan kepada beberapa calon responden tetnang ciri-ciri orang yang religius. Berdasar jawaban calon responden, kemudian disusun kerangka suatu konsep. Apabila terdapat konsistensi antra komponen-komponen konstruk yang satu dengna lainnya, maka konstruk itu memiliki validitas.
Cara yang paling banyak dipakai untuk mengetahui validitas konstruk suatu instrumen/alat pengukur ialah dengan mengkorelasikan skor/nilai yang diperoleh pada masing-masing pertanyaan/pernyataan dari semua responden dengan skor/nilai total semua pertanyaan/pernyataan dari semua responden. Korelasi antara skor/nilai setiap pertanyaan/pernyataan dan skor/nilai total haruslah signifikan berdasarkan ukuran statistik tertentu misalnya dengan menggunakan teknik korelasi product moment.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengkur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukkan kemantapan/konsistensi hasil pengukuran. Suatu alat pengukur dikatakan mantap atau konsisten, apabila untuk mengukur sesuatu berulang kali, alat pengukur itu menunjukkan hasil yang sama, dalam kondisi yang sama.
Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang mantap atau konsisten. Pada alat pengukur fenomena fisik seperti berat dan panjang suatu benda, kemantapan atau konsistensi hasil pengukuran bukanlah sesuatu yang sulit diperoleh. Tetapi untuk pengukuran fenomena sosial, seperti sikap, pendapat, persepsi, kesadaran beragama, pengukuran yang mantap atau konsisten, agak sulit dicapai.
Berhubung gejala sosial tidak semantap fenomena fisik, maka dalam pengukuran fenomena sosial selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran. Dalam penelitian sosial kesalahan pengukuran ini cukup besar. Karena itu untuk mengetahui hasil pengukuran yang sebenarnya, kesalahan pengukuran ini perlu diperhitungkan. Makin kecil kesalahan pengukuran, semakin reliabel alat pengukurnya. Semakin besar kesalahan pengukuran, semakin tidak reliabel alat pengukur tersebut.
Teknik-teknik untuk menentukan reliabilitas ada tiga yaitu: a. teknik ulangan, b. teknik bentuk pararel dan c. teknik belah dua. Dalam tulisan ini akan dijelaskan satu teknik saja yaitu teknik belah dua.
Teknik belah dua merupakan cara mengukur reliabilitas suatu alat ukur dengan membagi alat ukur menjadi dua kelompok. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Mengajukan instrumen kepada sejumlah responden kemudia dihitung validitas itemnya. Item yang valid dikumpulkan menjadi satu, item yang tidak valid dibuang.
b. Membagi item yang valid tersebut menjadi dua belahan. Untuk mebelah instrumen menjadi dua, dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut: 1). Membagi item dengan cara acak (random). Separo masuk belahan pertama, yang separo lagi masuk belahan kedua; atau (2) membagi item berdasarkan nomor genap-ganjil. Item yang bernomor ganjil dikumpulkan menjadi satu dan yang bernomor genap juga dijadikan satu. Untuk menghitung reliabilitasnya skor total dari kedua belahan itu dikorelasikan.

D. Penetapan Metode Penelitian
Penetapan metode penelitian mencakup : (i) penentuan subyek penelitian (populasi dan sampel), (ii) metode pengumpulan data(penyusunan angket) dan (iii) metode analisis data (pemilihan analisis statistik yang sesuai dengan jenis data)

E. Pembuatan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah pedoman yang disusun secara sistematis dan logis tentang apa yang akan dilakukan dalam penelitian. Rancangan penelitian memuat: judul, latar belakang masalah, masalah, tujuan, kajian pustaka, hipotesis, definisi operasional, metode penelitian, jadwal pelaksanaan, organisasi/tenaga pelaksana dan rencana anggaran.

F. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data diperlukan kemampuan melacak peta wilayah, sumber informasi dan keterampilan menggali data. Untuk itu diperlukan pelatihan bagi para tenaga pengumpul data.
G. Pengolahan, Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian
Pengolahan data meliputi editing, coding, katagorisasi dan tabulasi data.
Analisis data bertujuan menyederhanakan data sehingga mudah dibaca dan ditafsirkan. Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik.
Interpretasi bertujuan menafsirkan hasil analisis secara lebih luas untuk menarik kesimpulan.

H. Menyusun Laporan Penelitian
Untuk memudahkan menyusun laporan maka diperlukan kerangka laporan out line.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Fajar, Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Jurnal Penelitian Agama Nomor: 1 Juni – Agustus 1992. Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga

Ace Suryadi, Teori dan Praktek Perumusan Masalah Dalam Penelitian Sosial Keagamaan, Makalah Tidak Diterbitkan, 2000.

Djamaluddin Ancok, Teknik Penyusunan Skala Pengukuran; PPK UGM, Yogyakarta, 1989.

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1973.

Harahap, Nasruddin, Penelitian Sosial : Latar Belakang, Proses : Persiapan Pelaksanaannya, dalam Jurnal Penelitian Agama Nomor: 1 Juni – Agustus 1992. Balai Penelitian P3M IAIN Sunan Kalijaga

Moh. Nasir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta, 1985.

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1992.

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Logos: Jakarta, 1997.

Perencanaan Pendidikan

Ada Yang menarik untuk dikaji tulisan ini ....
PROFIL BUKU YANG DIULAS
Buku yang diulas berjudul ‘Systematic Planning for Educational Change’. Buku ini disusun oleh W.G. Cunningham dan diterbitkan pada tahun 1982 oleh Mayfield Publishing Company, USA. Tidak seluruh bab pada buku ini diulas oleh pengulas, hanya bab 1 dan 2 saja (hal 3-26). Pokok bahasan pada bab 1 adalah mengenai proses perencanaan dan pokok bahasan pada bab 2 adalah tentang perencanaan strategis dan perencanaan operasional.

RINGKASAN BAB 1
Secara umum, pokok bahasan pada bab ini adalah mengenai proses perencanaan, yang dipaparkan menjadi beberapa sub bab, yaitu bahasan tentang definisi, manfaat, dan proses perencanaan itu sendiri. Diawali dengan paragraf yang mengemukakan bahwa definisi dari proses manajemen yang paling sering digunakan oleh publik adalah definisi yang diusung oleh Henri Fayol (hal 3), penulis buku ini mencoba untuk memberikan pemahaman pada pembaca bukunya bahwa ‘perencanaan’ adalah pondasi dari proses manajemen (planning, organizing, commanding, coordinating, dan controlling). Dan tanpa tujuan yang terarah dan pembatasan melalui kebijakan-kebijakan mengenai perilaku organisasi, maka seorang administrator tidak akan memiliki petunjuk yang pasti dalam menetapkan kebijakan-kebijakan organisasi. Implikasinya, organisasi tersebut akan berjalan dengan penuh ketidakpastian. Dalam hal ini, ‘perencanaan’ dipandang berperan sebagai petunjuk-petunjuk yang pasti diatas semua ketidakpastian yang mungkin ditemui oleh seorang administrator dalam sebuah organisasi. Perencanaan adalah sebuah mekanisme dimana sebuah sistem dapat beradaptasi dan mengimplementasikan perubahan. Senada dengan apa yang disampaikan oleh Knezevich (hal 4) bahwa organisasi menghadapi suatu lingkungan yang dinamis, kebutuhan untuk mengidentifikasi dan mendefinisikan perkembangan peran organisasi, serta kebutuhan untuk menghubungkan organisasi dengan sistem lingkungan yang beragam sehingga membuat fungsi perencanaan menjadi kritis, yaitu sebagai prioritas yang harus diutamakan.
D e f i n i s i P e r e n c a n a a n
Perencanaan sendiri bertujuan untuk menjadi jembatan antara teori dengan praktek, dan digunakan untuk mengontrol masa depan melalui apa-apa yang dilakukan pada masa ini. Melalui perencanaan tersebut, seorang administrator juga dapat mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, dan membuat periodisasi aksi dalam meraih tujuan organisasi. Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Henri Fayol, Luther Gulick, dan Edward Banfield, maka perencanaan dapat didefinisikan sebagai (hal 5) sebuah proses dalam memilih dan menghubungkan antara teori dengan asumsi yang terkait dengan masa depan, dan bertujuan untuk melakukan visualisasi dan formulasi tentang keluaran yang ingin dicapai; perencanaan merupakan sebuah proses yang periodik dan dilakukan untuk mencapai hasil tertentu serta untuk membatasi perilaku-perilaku yang dapat dilakukan dalam proses pencapaian hasil tersebut.
M a n f a a t P e r e n c a n a a n
Perubahan adalah sesuatu yang pasti terjadi, entah prosesnya terjadi secara cepat, lambat, atau bahkan sepertinya sangat tidak mungkin terjadi sekalipun. Bagaimanapun juga, tidak ada sesuatu yang statis, dan perubahan tersebut selalu menjadi masalah bagi seorang administrator. Terlepas dari masalah yang dapat diprediksi maupun tidak dapat diprediksi oleh seorang administrator, perencanaan adalah alat yang akan sangat membantu untuk beradaptasi dengan beragam inovasi untuk menyelesaikan konflik, mengubah pendekatan lama, melakukan upgrading, melakukan improvisasi komunikasi, dan untuk meraih berbagai macam keluaran yang diharapkan (hal 5), senada dengan apa yang diungkapkan oleh Morphet, Jesser, dan Ludha (hal 6). Dan prosedur perencanaan yang tepat dapat menghasilkan identifikasi akan kesalahan-kesalahan penyesuaian yang telah dilakukan maupun kekurangan-kekurangan atau hal-hal lain yang mungkin menjadi penyebabnya.
Perencanaan, oleh WG Cunningham, dikaitkan dengan pengukuran hasil kinerja sebuah organisasi, yaitu sejauh mana hasil kinerja organisasi tersebut dapat memenuhi keinginan publik (hal 6). Tentunya proses perencanaan akan sangat menentukan hasil akhirnya, sehingga kemampuan seorang administrator dalam memodifikasi perencanaan karena terjadinya hal-hal yang tidak terduga, sangatlah penting. Tetapi, bagaimanapun juga, perencanaan yang kurang tepat masih lebih baik daripada tidak ada perencanaan sama sekali, karena rencana yang kurang tepat tersebut masih dapat diperbaiki tentunya.
Ada dua model perencanaan yang disebut-sebut sebagai perencanaan reaktif dan perencanaan proaktif (hal 6-7). Perencanaan reaktif, sesuai dengan definisinya secara linguistik, terjadi bila ditemui masalah dalam selama perjalanan organisasi. Sementara perencanaan proaktif adalah perencanaan yang dilakukan untuk mengantisipasi masalah. Kedua-duanya menuai kritik sehingga akan jauh lebih baik bila dalam penerapannya dapat dilakukan sinergi. Meskipun secara teori, tentunya perencanaan proaktif (walaupun menuntut inovasi dan kreatifitas yang tinggi) jauh lebih baik daripada perencanaan reaktif yang sifatnya hanya reaksioner.
Andreas Faludi menambahkan pernyataan bahwa perencanaan yang fungsinya sangat penting bagi pertumbuhan seorang individu, yaitu dalam menyediakan sebuah kesempatan untuk pengembangan dan pengaturan individu (hal 7). Secara umum, dapat ditarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa perencanaan memiliki banyak sekali manfaat bagi seorang administrator sehingga lebih baik dilakukan jika tidak ingin kehilangan banyak kesempatan.
P r o s e s P e r e n c a n a a n
Perencanaan sendiri bukanlah merupakan sebuah proses yang terjadi secara otomatis. Dan telah cukup banyak model dikembangkan untuk mendapatkan sebuah perencanaan yang efektif. Ada beberapa paradigma yang harus dibangun terkait dengan proses perencanaan, salah satunya adalah seperti yang ditawarkan oleh Robinson (hal berikut ini: adanya tujuan yang jelas, ada formulasi alternatif-alternatif, ada prediksi mengenai hasil akhir, ada evaluasi dan seleksi terhadap pilihan-pilihan alternatif, dan yang terakhir tentunya: ada implementasi dari keseluruhan proses perencanaan tersebut. Larson (hal juga menambahkan bahwa antara teori dan praktek harus sesuai karena terkadang banyak administrator yang menjadi ‘pemimpi’ sebab dituntut untuk menyelesaikan sebuah perencanaan jangka panjang di atas kertas tetapi sangat jauh dari implementasi. Alasan yang sering digunakan biasanya seragam, semisal: ‘masih dalam proses implementasi’ atau ‘sumber daya manusia untuk mengimplementasikan rencana tersebut masih sangat terbatas’. Administrator-administrator ‘nakal’ tersebut yang sering membuat perencanaan menjadi proses yang tidak efektif. Sehingga, bagaimanapun bentuknya, perencanaan harus berorientasi aksi agar dapat direalisasikan dalam bentuk yang nyata.
Bushnell (hal 9) mengungkapkan bahwa untuk mencapai keberhasilan, inovasi tidak hanya harus dilakukan pada ‘apa yang harus diubah’ namun juga pada ‘bagaimana sebuah perubahan tersebut dilakukan’. Selain itu, ia juga menyebut-nyebut bahwa perencanaan yang berorientasi aksi sebagai sebuah pendekatan ‘baru’ yang dapat membangun proses perencanaan kedalam seluruh sistem manajemen. Model perencanaan yang digambarkan pada bagan 1.2 (hal 10) tersebut, mirip dengan teori yang pernah dinyatakan oleh Russell Ackoff (hal 9), yang berdasarkan pada 4 tahapan perencanaan sebagaimana berikut: akhir perencanaan yang merupakan proses penentuan hasil (1), alat perencanaan yang merupakan metode aksi (2), sumber daya perencanaan yang merupakan proses pemerolehan sumber daya yang diperlukan seperti bahan mentah, dana, dst (3), dan perencanaan organisasi atau proses pembentukan dan penyesuaian hubungan antar individu dan kelompok (4). Ackoff juga mengklasifikasikan hasil perencanaan sebagai konsentrasi strategis, sementara konsentrasi operasional atau taktis terdiri dari: alat, sumber daya, dan perencanaan organisasi. Proses perencanaan dalam buku ini berada dalam kisaran 8 pertanyaan sebagai berikut: (1) dimana kita berada? (2) kemana kita ingin pergi (meraih tujuan)? (3) sumber daya apa yang kita miliki untuk dapat meraih tujuan tersebut? (4) bagaimana cara kita mencapai tujuan kita? (5) kapan tujuan tersebut akan tercapai? (6) siapa saja yang akan bertanggung jawab? (7) apa saja implikasinya terhadap sumber daya yang ada? (8) data apa saja yang dibutuhkan untuk mengukur kemajuannya?
Penulis buku ini juga berpendapat bahwa bagaimanapun latar belakang dan setting perencanaan dalam tiap organisasi, proses perencanaannya secara umum dapat digeneralisasi dalam gambar tersebut. Dan jawaban dari kedelapan pertanyaan tersebut harus ditulis dalam format yang jelas agar dapat menjadi petunjuk pelaksanaan aktifitas organisasi.

RINGKASAN BAB 2
Pokok bahasan dalam bab ini terbagi dalam beberapa sub bab. Selain membahas mengenai perbedaan antara perencanaan strategis dengan perencanaan operasional sebagai pengantar, pokok bahasan lainnya adalah mengenai perencanaan bottom up versus perencanaan top down, sumber daya finansial, sumber daya manusia, komunikasi, dan kompetensi profesional serta hasil kinerja yang efektif.
Dua pokok bahasan utama dalam perencanaan sebagai sebuah tema besar dalam buku ini adalah perencanaan strategis dan perencanaan operasional. Perencanaan strategis dalam sebuah organisasi merupakan hal yang wajib sementara perencanaan operasional berfungsi sebagai piranti strategi yang bersifat praktis untuk memastikan bahwa organisasi berada dalam koridor yang benar.
Perencanaan strategis diartikan sebagai suatu proses penentuan tujuan organisasi baik dalam perubahannya maupun sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan. Kebijakan organisasi sendiri berfungsi sebagai motor dalam meraih hasil, pendayagunaan, dan disposisi sumber penghasilan. Tujuan-tujuan strategis dianggap mengacu pada keberlangsungan sebuah organisasi, sumber masa depan yang potensial, fleksibel dan bisa beradaptasi dengan setiap perubahan zaman. Tujuan strategis dinilai sebagai tujuan masa depan yang berorientasi pada klien dan kebutuhan eksternal. Perencanaan strategis menentukan karakter dan tujuan organisasi berdasarkan sistem dan nilai.
Perencanaan operasional merupakan proses administrasi yang memastikan bahwa sumber-sumber yang diperoleh berjalan efektif dan effisien untuk menyempurnakan tujuan strategis. Perencanaan operasional harus dipusatkan pada sumber daya yang ada, masalah-masalah operasional dan stabilitas organisasi. Perencanaan operasional lebih mengacu pada tujuan yang bisa diukur dan bisa dipertanggung jawabkan. Tujuan operasional pada umumnya berhubungan dengan program, proyek, orientasi staf dan karyawan yang ditujukan pada kebutuhan kegiatan internal dan hasil akhir. Perencanaan operasional didesain untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya yang ada secara terorganisir dan tersosialisasikan dengan baik dan tidak menyimpang dari ranah kebijakan organisasi.
P e r e n c a n a a n B o t t o m U p v s P e r e n c a n a a n T o p D o w n
Agar proses perencanaan dapat berjalan dengan baik maka perencanaan strategis harus dikembangkan terlebih dahulu sebelum mengembangkan dan mengimplementasikan tujuan operasional. Tujuan operasional tidak seharusnya dikembangkan dengan meletakkan tujuan strategis sebagai sumber utama. Tujuan operasional dalam hal ini menggambarkan sempitnya keinginan dan spekulasi dan mengarah pada hilangnya kerjasama yang tidak konsisten. Pada akhirnya, administrator pada level atas terpaksa memperbaiki dan memadukannya dengan perencanaan operasional yang disebut sebagai perencanaan strtegis. Kecenderungan semacam ini menyebabkan administrator pada level atas memodifikasi dan menyempurnakan perencanaan operasional dari pada mengembangkan perencanaan strategis yang terkoordinir.
Sementara itu, manajer operasional lebih fokus terhadap penyempurnaan, modifikasi dan penggabungan perencanaan operasional yang akan menjadi benang merah untuk administrator pada level atas. Namun terkadang mereka membuat sebuah perencanaan yang kurang logis bagi organisasinya. Dan bila sebuah perencanaan berangkat dari level bawah menuju level atas, WG Cunningham beranggapan bahwa tidak akan pernah ada titik temu diantara keduanya karena tujuan strategis yang dibangun dari level bawah tentunya tidak akan pernah diakui oleh administrator pada level atas. Tidak akan terjadi atmosfir yang baik saat perencanaan operasional harus dimodifikasi untuk mengeliminir fragmentasi. Walaupun keterbatasan sumber daya juga akan mengambil peran untuk memodifikasi perencanaan tersebut. Oleh sebab itu, seluruh usaha perencanaan akhirnya menjadi dalih operasional bagi tiap individu yang kurang berkenan dengan proses perencanaan dan memandang administrator pada level atas begitu otokratif dan terlalu campur tangan.
Selain dapat menjadi penyebab dalam permasalahan antar indidvidu, model perencanaan bottom up dalam perencanaan strategis oleh WG Cunningham dianggap tidak efektif dengan modifikasi yang sulit diterapkan. Sebab tujuan utamanya adalah konsolidasi dan koordinasi individu yang mengetahui ketika perencanaan mereka diubah maka seluruh proses perencanaan dipandang secara skeptis. Dengan kata lain administrator pada level atas akan tidak dipercayai oleh personel yang berada pada level bawah. Kurangnya komitmen dalam proses perencanaan mengakibatkan pemetaan konflik dan tidak efektifnya sistem perencanaan. Hasil ini dianggap akan berdampak pada tidak adanya rasa saling percaya antara kedua kubu sehingga saling menyalahkan satu sama lain. Sebab itulah, dalam buku ini, WG Cunningham lebih banyak memberikan porsi bahasan pada perencanaan top down yang dianggap olehnya sebagai model perencanaan yang sangat ideal, praktis, dan dapat memastikan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Dalam gambar berikut dideskripsikan bahasan utama yang menjadi piranti dalam perencanaan operasional dan perencanaan strategis:
Strategic Planning
“Doing the right things”

Mission, Goals,
Change, & Development
Operational Planning
“Doing the things right”

Operation, Performance, & Result






S u m b e r D a y a F i n a n s i a l
Dalam membahas sumber daya finansial dalam sebuah lembaga pendidikan, sebagai contoh sekolah, ada tiga aspek yang menurut WG Cunningham perlu diperhatikan yaitu perencanaan strategis, perencanaan pengeluaran, dan perencanaan pendapatan. Perencanaan strategis terbentuk seiring dengan berlangsungnya proses administrasi dan harus jelas sebelum memulai proses penyusunan anggaran. Perencanaan pengeluaran dan pendapatan dalam proses perencanaan akan menyediakan input dalam perencanaan operasional. Namun ketika anggaran tidak dapat mendukung apa yang sudah disusun dalam perencanaan strategis maka hubungan antara keduanya tidak akan dapat berkembang dan bisa melemahkan proses perencanaan. Sementara anggaran berperan sebagai perpaduan harapan dari seluruh program yang telah direncanakan oleh sekolah. Sistem anggaran sekolah mengatur estimasi pendapatan dan pengeluaran sekolah yang yang cukup penting, sehingga harus memperhitungkan sumber-sumber yang sesuai agar mendapatkan keuntungan sistem yang maksimal.
Perencanaan strategis memuat bangunan sistem dalam sebuah sekolah dengan tujuan tertentu dimasa yang akan datang yaitu yang berkaitan dengan visi, target, tujuan strategis dan kebijakan. Perencanaan strategis mempersiapkan koordinasi dan tujuan operasional, tetapi hanya dalam proses penentuan anggaran pada saat awal dan akhir. Selama dalam proses ini anggaran akan sangat ditentukan oleh perencanaan strategis baik dari segi kualitas maupun kuantitas sedangkan perencanaan operasional lebih banyak ditentukan oleh keputusan yang diambil selama dalam proses perencanaan. Morphet, Jhon dan Ruller mengatakan suatu program pendidikan harus dipersiapkan dengan sejumlah estimasi dana tertentu sebagai antisipasi akan penggunaan dan yang berlebih dan hal tersebut seharusnya dipersiapkan sebelum menentukan jumlah biaya yang harus digunakan agar mendapatkan pencapaian hasil yang terbaik.
Perencanaan strategis dan penganggaran merupakan petunjuk sistem yang didasari oleh rencan operasional sedangkan usaha yang sia-sia dan staff yang kurang mampu bisa berkembang jika perencanaan operasional sesuai dengan sumber dayanya. Tentunya dengan komitmen serta adanya tujuan perencanaan strategis yang proporsional. Dalam buku ini dipaparkan sebuah kasus tentang Kepala SMP atau ketua dalam bidang pendidikan vokasi yang dihadapkan dengan supervisor yang memberikan tugas (bagaimanapun cara pengerjaannya) agar dalam sekolah yang mereka pimpin dapat mencapai target yang disepakati dalam jangka 5 tahun kedepan. Sementara itu, para pimpinan sekolah dan supervisor memiliki rancangan perencanaan mentah pada masing-masing program yang harus disepakati bersama. Namun setelah pimpinan sekolah mengadakan sekian banyak kegiatan ternyata apa-apa yang tercantum dalam perencanaan strategis tidak didanai selama 2 tahun. Padahal seluruh program yang dibangun oleh mereka sudah diinformasikan dan ditawarkan pada masyarakat. Maka ketika proyek tersebut tidak berjalan dan hanya membuang waktu maka kepercayaan pada proses perencanaan itu hilang. Dari salah satu kasus tersebut, dan tentunya masih banyak kasus lainnya, WG Cunningham berpendapat bahwa sumber daya finansial atau masalah penganggaran memiliki peran vital dalam perencanaan strategis, melebihi sumber daya lainnya.
WG Cunningham menambahkan bahwa tujuan strategis berkembang selama proses perencanaan strategis dan disempurnakan dalam proses penganggaran sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa ada perbedaan yang nyata antara tujuan strategis dan tujuan operasional dimana sebenarnya dalam proses ini ada ketidak jelasan garis antara dua proses yaitu masalah penganggaran. Proses penganggaran atau budgetting sendiri dianggap berada diantara kedua proses perencanaan dan menjadi batas dimana perencanaan strategis berakhir dan perencanaan operasional dimulai. George Odiorne juga berpendapat bahwa masalah waktu merupakan esensi dari tujuan dan harus diperhitungkan sebelumnya bukan sesuadah perencanaan anggaran. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya melakukan dua perencanaan yang sinergis yaitu antara tujuan jangka panjang sebelum melakukan perencanaan anggaran dan tujuan jangka pendek sesudah penentuan anggaran. Intinya, WG Cunningham ingin menyampaikan pada pembaca buku ini bahwa model perencanaan top down lebih efektif, efisien, dengan memulai dari perencanaan strategis yang diikuti oleh penganggaran biaya dan perencanaan operasional.
S u m b e r D a y a M a n u s i a
Hal lain yang menurut WG Cunningham juga perlu diperhatikan dalam proses perencanaan adalah dampak perencanaan terkait dengan sikap karyawan, kepuasan kerja, iklim organisasi, dan kinerja individu. Perencanaan yang efektif harus mendahului strategi, finansial dan pertimbangan operasional. Permasalahan yang timbul bukan disebabkan karena kurangnya strategi, anggaran, atau dukungan operasional tetapi biasanya disebabkan karena kurangnya komitmen dari seluruh pelaku organisasi. Problematika perencanaan, secara spesifik berkembang selama proses implementasinya yang tentu saja disertai konflik individu dan kelompok yang mencuat ke permukaan. Sebab itulah, mekanisme kontrol yang tepat seperti pengawasan dianggap dapat mengurangi permasalahan dengan mudah meskipun efektifitasnya sangat terbatas, sebagaimana pendapat Argyris, Blake dan Mouton, Halprin, Hemphill, Coons, Lewin, Likert, dan McGregor. Dengan bahasa lain, hal tersebut membutuhkan konsumsi waktu dan biaya yang tidak murah untuk mengontrol perilaku seluruh pelaku organisasi. Tidak ada yang lebih penting dalam perencanaan kecuali orang-orang yang berkomitmen dan komitmen itu tidak membutuhkan pengawasan. Chris Argyris juga menyatakan bahwa organisasi kemanusiaan harusnya bersifat lebih manusiawi, karena ketika kemanusiaan itu diabaikan, konsekuensi yang terjadi adalah hilangnya fungsi dan tidak efisiennya suatu lembaga, dan proporsi itu tidak dapat mendesain sistem sosial yang memfasilitasi pertumbuhan manusia sebagai individu.
Kepribadian manusia tentunya meliputi seluruh komponen dan proses perencanaan memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperbaiki kemampuan dan bakat individu sebagai sumber daya manusia. Perencanaan yang berhubungan dengan sumber daya manusia dianggap sangat berperan dalam totalitas proses perencanaan. Kualitas sebuah organisasi, proses pembentukan kualitasnya, operasionalisasinya, cara kerjanya, dan bagaimana para pelaku organisasi tersebut merasa ikut memiliki, merupakan hal-hal yang menjadi tanggung jawab manajer. Seorang manajer atau pemimpin harus paham cara memposisikan diri dan mengatur kebutuhan karyawan, sebagaimana pendapat Mills. Para pelaku organisasi harus menyadari akan adanya suatu waktu saat eksistensi struktur organisasi dan hubungan interpersonal menjadi bagian dari tujuan dan sumber daya finansial organisasi. Jika hubungan tersebut tidak diperhitungkan, maka akan mengakibatkan hilangnya komitmen. Oleh sebab itu, perencanaan harus berorientasi pada pembentukan komitmen dan hal itu tentunya membutuhkan fromalitas proses yang dibangun dalam proses perencanaan.
K o m u n i k a s i
Sebagaimana paradigma WG Cunningham yang menjadi bingkai dalam seluruh tulisannya, model perencanaan top down adalah model perencanaan yang paling efektif, sedangkan komunikasi dalam organisasi yang paling baik bersifat bukan satu arah tetapi dari segala arah dan dibarengi dengan follow up baik secara vertikal maupun horizontal. Rensis Likert menyebut fenomena ini sebagai mata rantai teori organisasi. Teori mata rantai ini menggambarkan organisasi yang terdiri dari sekumpulan individu yang mencakup anggota organisasi dan pimpinan organisasi. Dengan model komunikasi dari segala arah, tentunya seluruh struktur kelompok akan saling mendukung dan melengkapi. Sebagaimana, posisi ketua dan wakil dalam sebuah organisasi merupakan penentu bagi keberlangsungan organisasi tersebut, dimana jika mereka mengabaikan hak individu dan tidak ada komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan maka perencanaan strategis yang meliputi ide, stimuli dan perencanaan operasional tidak akan berjalan dengan baik.
Perencanaan top down, menurut WG Cunningham, bukan berarti bahwa komunikasi yang dibangun hanya secara satu arah dan terpusat, melainkan yang ia maksud adalah kesuksesan perencanaan itu terjadi dari atasan ke bawahan. Komunikasi yang WG Cunningham maksud dalam perencanaan top down, adalah komunikasi yang melibatkan seluruh struktur kelompok yang ada dalam organisasi dan seluruh individu dapat menyampaikan pendapatnya. Walaupun keputusan tetap berada pada level atasan, tetapi seluruh individu dalam organisasi tersebut harus merasa dilibatkan dalam penentuan sebuah keputusan.
K o m p e t e n s i P r o f e s i o n a l d a n K i n e r j a Y a n g E f e k t i f
Sekali lagi ditekankan oleh WG Cunningham bahwa perencanaan adalah suatu proses yang sangat vital karena menjadi pondasi utama dalam konstruksi organisasi. Proses perencanaan sangatlah diperlukan dalam sebuah organisasi, bagaimanapun situasi organisasi tersebut, baik stabil maupun dalam keadaan yang sedang bergejolak sekalipun. Terlebih lagi, dalam era sekarang ini, WG Cunningham berpendapat bahwa para administrator dalam lembaga pendidikan harus memiliki sebuah sistem perencanaan yang teruji, yang merupakan integrasi dari teori dan tindakan-tindakan yang berorientasi. Dinamika dan interdependensi lembaga-lembaga pendidikan saat ini telah begitu meningkat tanpa sebuah awalan yang mampu mempertahankan fungsi administratif dalam kondisi yang stabil sehingga dimungkinkan mereka akan tenggelam dalam kompleksitas permasalahan yang harus mereka hadapi. Selain itu, paradigma efisiensi ekonomi yang semakin mendunia dengan semakin tingginya permintaan akan akuntabilitas, dianggap semakin berperan dalam proses perumusan sebuah pendekatan yang akan digunakan dalam membuat sebuah perencanaan.

ULASAN TERHADAP POKOK BAHASAN PADA BAB 1 DAN BAB 2
Perencanaan dalam dunia pendidikan, terutama dalam sebuah lembaga pendidikan, memang sangatlah penting. Sebab perencanaan tersebut kedepannya akan berperan vital sebagai petunjuk dalam gerak langkah lembaga tersebut. Namun demikian, model perencanaan dalam sebuah lembaga pendidikan tentunya akan sangat berbeda dengan perencanaan dalam sebuah perusahaan, sebagaimana yang seharusnya dipaparkan dalam buku yang berjudul ‘Systematic Planning for Educational Change’ ini. Tetapi, apa yang ditemukan oleh pengulas dalam bab 1 dan 2 yang menjadi bab pengantar dalam buku ini, sungguh teramat berbeda dengan apa yang dibayangkan oleh pengulas terutama pada saat membaca judul buku ini. Semisal pada bagian pendahuluan pada bab 1, WG Cunningham, penulis buku ini, menyandarkan teori perencanaan yang diusungnya pada teori manajemen yang dikemukakan oleh Henri Fayol, sementara yang disampaikan oleh Henri Fayol tersebut adalah teori manajemen perusahaan yang sudah tentu karakteristiknya sangat berbeda dengan lembaga pendidikan. Perusahaan yang notabene berorientasi profit, tentu saja ‘memproses’ benda mati, baik berupa barang maupun jasa. Di lain pihak, lembaga pendidikan, atau dapat disebut sebagai sekolah, ‘memproses’ manusia dengan segala sifat-sifat kemanusiaannya. Ketika proses perencanaan dalam sekolah sebagai lembaga pendidikan disamakan dengan proses perencanaan dalam sebuah perusahaan, maka manusia-manusia yang berproses dalam lembaga pendidikan tersebut telah direifikasi (dibendakan), didehumanisasi, atau bahasa sederhananya adalah tidak dimanusiakan. Dari teori-teori perencanaan yang dikutip oleh penulis buku ini, berikut pendapat-pendapat yang disampaikan olehnya, terutama pada bab yang menjadi awalan dalam buku ini, yaitu pada bab 1, sangatlah jelas bila WG Cunningham telah melakukan generalisasi terhadap kondisi organisasi yang berbentuk lembaga pendidikan dengan bentuk organisasi pada perusahaan.
Teori-teori perencanaan yang disampaikan oleh WG Cunningham pada bab yang berikutnya, yaitu pada bab 2, semakin memperlihatkan ideologi penulis buku ini yang berkiblat pada aliran neoliberal. Terlebih lagi, buku ini ditulis olehnya pada awal tahun 1980an, suatu periode dimana semangat neoliberalisme tengah berkobar-kobar tepat setelah keruntuhan liberalisme di dunia barat. Semangat neoliberal ini begitu jelas merasuki WG Cunningham dengan orientasi teori perencanaannya yang sangat mengedepankan efektifitas dan mengesampingkan personalitas. Penulis buku ini berpendapat bahwa model perencanaan top-down akan jauh lebih efektif dan praktis ketimbang model perencanaan bottom up. Alasan yang diungkap olehnya secara eksplisit memaparkan bahwa model perencanaan top down akan mengikis gesekan-gesekan individu yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut. Dan agar hasil perencanaan yang dibuat oleh para penentu kebijakan di level atas dapat dilaksanakan oleh para pelaku organisasi di level bawah dengan baik tanpa adanya protes, WG Cunningham menempatkan komunikasi sebagai kunci utama untuk menekan para ‘bawahan’. Caranya adalah dengan melibatkan sejumlah ‘bawahan’ yang tentunya dianggap dapat mewakili, dalam pembicaraan-pembicaraan mengenai proses perencanaan. Para ‘bawahan’ harus diperlakukan ‘seolah-olah’ dilibatkan dalam proses perencanaan, walaupun pada akhirnya, penentuan keputusan tetap berada pada kelompok ‘atasan’. Padahal gesekan-gesekan individu penyebab konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi adalah sebuah proses yang manusiawi dalam pendewasaan diri individu maupun organisasi tersebut. Sehingga bila proses ‘pendewasaan’ tersebut dimatikan semata-mata hanya karena alasan efisiensi waktu dan efektifitas hasil, maka sifat-sifat manusiawi tersebut tidak akan pernah berkembang dengan sebagaimana mestinya.
Semangat neoliberal yang diusung oleh WG Cunningham menjadi semakin jelas saat penulis buku ini menempatkan ‘sumber daya finansial’ atau lebih tepatnya dapat disebut dengan modal, pada peringkat teratas mengenai hal-hal pokok yang harus diutamakan dalam proses perencanaan. Pada bab 2 dalam buku ini dapat ditemukan pendapat WG Cunningham berikut contoh kasus yang sedemikian lengkapnya mengenai ketidak berhasilan perencanaan dalam sebuah lembaga pendidikan yang penyebabnya semata-mata ditumpukan pada permasalahan finansial. Bagi penulis buku ini, masalah finansial sangatlah utama. Sehingga bila perencanaan yang dibuat oleh lembaga pendidikan tidak disesuaikan dengan kondisi finansial yang ada, maka berbagai implikasi negatif yang ditimbulkan harus ditanggung oleh pihak lembaga pendidikan itu sendiri. Menurutnya, perencanaan yang dibuat harus disesuaikan dengan dana yang tersedia, dan jangan pernah mengimplementasikan rencana yang sumber dananya belum jelas akan didapatkan dari mana. Apa yang disampaikan oleh penulis buku ini terkesan begitu ingin ‘cari aman’ dan menghindari resiko, lagi-lagi demi alasan efisiensi waktu dan efektifitas hasil tentunya.
Perencanaan dalam sebuah lembaga pendidikan, tentunya tidak boleh melenceng dari tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu pendidikan untuk pendidikan, sebagaimana diungkapkan oleh John Dewey. Dan agar sebuah perencanaan dalam lembaga pendidikan tersebut tidak melenceng dari tujuan pendidikan itu sendiri, harus digunakan sebuah model perencanaan yang lebih ‘manusiawi’. Sudah tentu model perencanaan top down dengan semangat neoliberal yang ditawarkan oleh WG Cunningham tidaklah dapat mengakomodasi ‘kemanusiawian’ tersebut. Model perencanaan partisipatif dalam lembaga pendidikan, yang sering dikemukakan oleh Paulo Freire, dan model perencanaan deliberatif yang dicetuskan oleh Jurgen Habermas, adalah model-model perencanaan yang paling tepat dalam dunia pendidikan. Inti dari kedua model tersebut adalah pemanusiaan individu yang berada dalam sebuah komunitas melalui perluasan partisipasi dalam proses penentuan kebijakan, dalam hal ini yang berkaitan dengan proses perencanaan dalam dunia pendidikan.

BAHAN BACAAN:
Dunn, William N. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajahmada University Press: Yogyakarta.
Hajeer, Maarten., dan Wageenar, Hendrik. Deliberative Policy Analysis: Understanding Governance in the Network Society. Cambridge University Press: UK.
Murtiningsih, Siti. 2006. Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire. Resist Press: Yogyakarta.
Tilaar, HAR. 2004. Standarisasi Nasional Pendidikan: Suatu Tinjauan Kritis. Bandung: Rineka Cipta.
Topatimasang, Roem., Fakih, Mansour., dan Rahardjo, Toto. 2007. Mengubah Kebijakan Publik. Yogyakarta: Insist Press.
[assignment in pair]

Penelitian Kualitatif

Untuk mendalami penelitian kualitatif maka kami turunkan tulisan ini :....
1. Konteks Penelitian atau Latar Belakang
Bagian ini memuat uraian tentang latar belakang penelitian, untuk maksud apa peelitian ini dilakukan, dan apa/siapa yang mengarahkan penelitian.

2. Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah
Fokus penelitian memuat rincian pernyataan tentang cakupan atau topik-topik pokok yang akan diungkap/digali dalam penelitian ini. Apabila digunakan istilah rumusan masalah, fokus penelitian berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian dan alasan diajukannya pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan untuk mengetahui gambaran apa yang akan diungkapkan di lapangan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus didukung oleh alasan-alasan mengapa hal tersebut ditampilkan.
Alasan-alasan ini harus dikemukakan secara jelas, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang holistik, induktif, dan naturalistik yang berarti dekat sekali dengan gejala yang diteliti. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan setelah diadakan studi pendahuluan di lapangan.

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan sasaran hasil yang ingin dicapai dalam penelitian ini, sesuai dengan fokus yang telah dirumuskan.

4. Landasan Teori
Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.


5. Kegunaan Penelitian
Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam subbab kegunaan penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.

6. Metode Penelitian
Bab ini memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional yang menyangkut pendekatan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

a. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada bagian II peneliti perlu menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dan menyertakan alasan-alasan singkat mengapa pendekatan ini digunakan. Selain itu juga dikemukakan orientasi teoretik, yaitu landasan berfikir untuk memahami makna suatu gejala, misalnya fenomenologis, interaksi simbolik, kebudayaan, etnometodologis, atau kritik seni (hermeneutik). Peneliti juga perlu mengemukakan jenis penelitian yang digunakan apakah etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, ekologis, partisipatoris, penelitian tindakan, atau penelitian kelas.

b. Kehadiran Peneliti
Dalam bagian ini perlu disebutkan bahwa peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Instrumen selain manusia dapat pula digunakan, tetapi fungsinya terbatas sebagai pendukung tugas peneliti sebagai instrumen. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian kualitatif mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti ini harus dilukiskan secara eksplisit dalam laopran penelitian. Perlu dijelaskan apakah peran peneliti sebagai partisipan penuh, pengamat partisipan, atau pengamat penuh. Di samping itu perlu disebutkan apakah kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan.

c. Lokasi Penelitian
Uraian lokasi penelitian diisi dengan identifikasi karakteristik lokasi dan alasan memilih lokasi serta bagaimana peneliti memasuki lokasi tersebut. Lokasi hendaknya diuraikan secara jelas, misalnya letak geografis, bangunan fisik (jika perlu disertakan peta lokasi), struktur organisasi, program, dan suasana sehari-hari. Pemilihan lokasi harus didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kemenarikan, keunikan, dan kesesuaian dengan topik yang dipilih. Dengan pemilihan lokasi ini, peneliti diharapkan menemukan hal-hal yang bermakna dan baru. Peneliti kurang tepat jika megutarakan alasan-alasan seperti dekat dengan rumah peneliti, peneliti pernah bekerja di situ, atau peneliti telah mengenal orang-orang kunci.

d. Sumber Data
Pada bagian ini dilaporkan jenis data, sumber data, da teknik penjaringan data dengan keterangan yang memadai. Uraian tersebut meliputi data apa saja yang dikumpulkan, bagaimana karakteristiknya, siapa yang dijadikan subjek dan informan penelitian, bagaimana ciri-ciri subjek dan informan itu, dan dengan cara bagaimana data dijaring, sehingga kredibilitasnya dapat dijamin. Misalnya data dijaring dari informan yang dipilih dengan teknik bola salju (snowball sampling).
Istilah pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif harus digunakan dengan penuh kehati-hatian. Dalam penelitian kualitatif tujuan pengambilan sampel adalah untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin, bukan untuk melakukan rampatan (generalisasi). Pengambilan sampel dikenakan pada situasi, subjek, informan, dan waktu.

e. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam bagian ini diuraikan teknik pengumpulan data yang digunakan, misalnya observasi partisipan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Terdapat dua dimensi rekaman data: fidelitas da struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan (rekaman audio atau video memiliki fidelitas tinggi, sedangkan catatan lapangan memiliki fidelitas kurang). Dimensi struktur menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Hal-hal yang menyangkut jenis rekaman, format ringkasan rekaman data, dan prosedur perekaman diuraikan pada bagian ini. Selain itu dikemukakan cara-cara untuk memastikan keabsahan data dengan triangulasi dan waktu yang diperlukan dalam pengumpulan data.

f. Analisis Data
Pada bagian analisis data diuraikan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip-transkrip wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis ini melibatkan pengerjaan, pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola, pengungkapan hal yang penting, dan penentuan apa yang dilaporkan. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data, dengan teknik-teknik misalnya analisis domain, analisis taksonomis, analisis komponensial, dan analisis tema. Dalam hal ini peneliti dapat menggunakan statistik nonparametrik, logika, etika, atau estetika. Dalam uraian tentang analisis data ini supaya diberikan contoh yang operasional, misalnya matriks dan logika.

g. Pengecekan Keabsahan Temuan
Bagian ini memuat uraian tentang usaha-usaha peneliti untuk memperoleh keabsahan temuannya. Agar diperoleh temuan dan interpretasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam, triangulasi(menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori), pembahasan sejawat, analisis kasus negatif, pelacakan kesesuaian hasil, dan pengecekan anggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat-tidaknya ditransfer ke latar lain (transferrability), ketergantungan pada konteksnya (dependability), dan dapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya (confirmability) .

h. Tahap-tahap Penelitian
Bagian ini menguraikann proses pelaksanaan penelitian mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya, sampai pada penulisan laporan.

7. Daftar Rujukan
Bahan pustaka yang dimasukkan dalam daftar rujukan harus sudah disebutkan dalam teks. Artinya, bahan pustaka yang hanya digunakan sebagai bahan bacaan tetapi tidak dirujuk dalam teks tidak dimasukkan dalam daftar rujukan. Sebaliknya, semua bahan pustaka yang disebutkan dalam skripsi, tesis, dan disertasi harus dicantumkan dalam daftar rujukan. Tatacara penulisan daftar rujukan.
Unsur yang ditulis secara berurutan meliputi:
1. nama penulis ditulis dengan urutan: nama akhir, nama awal, nama tengah, tanpa gelar akademik,
2. tahun penerbitan
3. judul, termasuk subjudul
4. kota tempat penerbitan, dan
5. nama penerbit.

Manajemen Sumber daya Manusia.......

Manajemen Sumber daya Manusia :
Salah satu bidang penting dalam Administrasi/Manajemen Pendidikan adalah berkaitan dengan Personil/Sumberdaya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, baik itu Pendidik seperti guru maupun tenaga Kependidikan seperti tenaga Administratif. Intensitas dunia pendidikan berhubungan dengan manusia dapat dipandang sebagai suatu perbedaan penting antara lembaga pendidikan/organisasi sekolah dengan organisasi lainnya, ini sejalan dengan pernyataan Sergiovanni, et.al (1987:134) yang menyatakan bahwa:
”Perhaps the most critical difference between the school and most other organization is the human intensity that characterize its work. School are human organization in the sense that their products are human and their processes require the sosializing of humans”
ini menunjukan bahwa masalah sumberdaya manusia menjadi hal yang sangat dominan dalam proses pendidikan/pembelajaran, hal ini juga berarti bahwa mengelola sumberdaya manusia merupakan bidang yang sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan/pembelajaran di sekolah.

Sumberdaya manusia dalam konteks manajemen adalah ”people who are ready, willing, and able to contribute to organizational goals (Wherther and Davis, 1993:635). Oleh karena itu Sumberdaya Manusia dalam suatu organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan pengembangan yang baik dalam upaya meningkatkan kinerja mereka agar dapat memberi sumbangan bagi pencapaian tujuan. Meningkatnya kinerja Sumber Daya Manusia akan berdampak pada semakin baiknya kinerja organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia memerlukan pengelolaan yang sistematis dan terarah, agar proses pencapaian tujuan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Ini berarti bahwa manajemen Sumber Daya Manusia merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan perusahaan, besar atau kecil, apapun jenis industrinya (Schuller and Jackson, 1997:32), aspek Manajemen Sumberdaya Manusia menduduki posisi penting dalam suatu perusahaan/organisasi karena setiap organisasi terbentuk oleh orang-orang, menggunakan jasa mereka, mengembangkan keterampilan mereka, mendorong mereka untuk berkinerja tinggi, dan menjamin mereka untuk terus memelihara komitmen pada organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi (De Cenzo&Robbin, 1999:8). Menurut Barney (Bagasatwa,(ed),2006:12) sistem Sumber Daya Manusia dapat mendukung keunggulan kompetitif secara terus menerus melalui pengembangan kompetensi SDM dalam organisasi.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan Sumber Daya Manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan suatu pengakuan terhadap pentingnya unsur manusia sebagai sumber daya yang cukup potensial dan sangat menentukan dalam suatu organisasi, dan perlu terus dikembangkan sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi organisasi maupun bagi pengembangan dirinya.
Dalam era yang penuh dengan perubahan, lingkungan yang dihadapi oleh manajemen Sumber Daya Manusia sangatlah menantang, perubahan muncul dengan cepat dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan penelitian dan sumber-sumber lain menurut Mathis (2001:4) dapat disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh manajemen Sumber Daya Manusia adalah sebagai berikut (a) perekonomian dan perkembangan teknologi; (b) ketersediaan dan kualitas tenaga kerja; (c) kependudukan dengan masalah¬-masalahnya; (d) restrukturisasi organisasi. Oleh karena itu mengelola Sumberdaya manusia menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi, kegagalan dalam mengelolanya akan berdampak pada kesulitan organisasi dalam menghadapi berbagai tantangan
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang akan menentukan pada kinerja organisasi, ketepatan memanfaatkan dan mengembangkan Sumber Daya Manusia serta mengintegrasikannya dalam suatu kesatuan gerak dan arah organisasi akan menjadi hal penting bagi peningkatan kapabilitas organisasi dalam mencapai tujuannya. Untuk lebih memahami bagaimana posisi Manajemen SDM dalam konteks organisasi diperlukan pemahaman tentang makna Manajemen SDM itu sendiri, agar dapat mendudukan peran Manajemen SDM dalam dinamika gerak organisasi.
Tabel 1.
Pendapat Pakar tentang Manajemen Sumber daya Manusia
No Pengertian Manajemen SDM Pendapat
1. Human Resource management is the management of people. Human Resource management is the responsibility of every manager. Human Resource management take place within a large system: Organization. Human Resource management can increase its contribution to employees, manager, and the organization by anticipating challenges before they arise Wherther&Davis
(1993:28)
2. Human Resource Management is the part of organization that is concerned with the people dimension De Cenzo& Robbin
(1999:8)
3. The utilization of the firm’s human assets to achieve organizational objectives Mondy dan Noe (Susilo,2002:5)
4. Manajemen Sumberdaya Manusia berhubungan dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan tujuan/sasaran yang telah ditentukan oleh suatu organisasi Mathis dan Jackson (2001:4)
5. Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan penerapan pendekatan SDM di mana secara bersama-sama terdapat dua tujuan yang ingin dicapai, yaitu (1) tujuan untuk perusahaan dan (2) untuk karyawan Mangkuprawira
(2003:14)
6. Human resource management (HRM) refers to the policies, practices, and system that influence employees’ behaviour, attitudes, and performance Noe, et.al (2006:5)
7. Human resources management is the function performed in organization that facilitate the most effective use of people (employee) to achieve organizational and individual goals Ivancivich (2007:4)
Adapun lingkup Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi aktivitas yang berhubungan dengan Sumber Daya Manusia dalam organisasi. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia terbagi atas, “fungsi manajemen yang meliputi planning, organizing, actuating, controlling dan fungsi operasional yang meliputi procurement, development, kompensasi, integrasi, maintenance, separation” (Cahyono,1996:2)
Fungsi perencanaan (planning) merupakan penentu dari program bagian personalia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah disusun oleh perusahaan. Fungsi pengorganisasian (organizing) merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi, dimana setelah fungsi perencanaan dijalankan bagian personalia menyusun dan merancang struktur hubungan antara pekerjaan, personalia dan faktor-¬faktor fisik. Fungsi actuating, pemimpin mengarahkan karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan pihak-¬pihak yang berkepentingan dalam organisasi. Fungsi pengendalian (controlling) merupakan upaya untuk mengatur kegiatan agar sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumrrya.
Funggsi pengadaan tenaga kerja (procurement) yang berupaya untuk mendapatkan jenis dan jumlah karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Fungsi pengembangan (development) harus dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan mereka melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan prestasi kerja. Fungsi integrasi (integration) merupakan usaha untuk mempersatukan kepentingan karyawan dan kepentingan organisasi, sehingga tercipta kerjasama yang baik dan sating menguntungkan. Fungsi pemeliharaan (maintenance) tenaga kerja yang berkualitas perlu dilakukan agar mereka mau tetap bekerja sama dan loyal terhadap organisasi. Fungsi pemberhentian (separation) yang merupakan putusnya hubungan kerja seseorang dengan perusahaan karena alasan-alasan tertentu.
Menurut Lunenburg dan Ornstein (2004:53), dalam proses Manajemen Sumberdaya Manusia terdapat enam program yaitu :
1. Human resource planning
2. Recruitment
3. Selection
4. Professional develepment
5. Performance appraisal
6. Compensation
Human resource planning merupakan perencanaan Sumberdaya Manusia yang melibatkan pemenuhan kebutuhan akan personel pada saat ini dan masa datang, dalam konteks ini pimpinan perlu melakukan analisis tujuan pekerjaan syarat-syarat pekerjaan serta ketersediaan personil. Recruitment adalah paya pemenuhan personil melalui pencarian personil yang sesuai dengan kebutuhan dengan mengacu pada rencana Sumber Daya Manusia yang telah ditentukan. Kemudian dari pendaptar yang diperoleh dalam rekrutmen, dilakukanlah selection untuk menentukan persenonil yang kompeten sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ditetapkan.
Apabila Personil yang dibutuhkan telah diperoleh, maka langkah Manajemen Sumber Daya Manusia yang amat diperlukan adalah Professional development atau pengembangan profesional yang merupakan upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan kompetensi personil agar dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi kepentingan organisasi. Dalam hubungan ini maka diperlukan upaya untuk melakukan penilaian kinerja (performance appraisal) sebagai upaya untuk memahami bagaimana kondisi kinerja personil dalam organisasi yang amat diperlukan dalam menentukan kebijakan kompensasi (compensation) serta pengembangan karir personil.
Manajemen Sumberdaya manusia dalam suatu organisasi pada dasarnya hanyalah suatu cara atau metode dalam mengelola Sumber Daya Manusia agar dapat mendukung dalam pencapaian tujuan organisasi, melalui upaya-upaya yang dapat mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia menjalankan peran dan tugasnya dalam suatu organisasi, oleh karena itu tujuan dari Manajemen Sumber Daya Manusia adalah memanfaatkan dan mengembangkan sumberdaya manusia dalam organisasi untuk bekerja dengan baik dalam mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Wherther dan Davis (1993:10) ”the purpose of human resources management is to improve the productive contribution of people to the organization in an ethical and sosially responsible way”. Sementara itu secara rinci Wherther dan Davis (1993:11) menyatakan bahwa tujuan dari pada manajemen sumberdaya manusia adalah :
a. ”Societal objective. To be ethically and sosially responsible to the needs and challange of society while minimizing the negative impact of such demand upon thr organization
b. Organizational objective. To recognize that human resource management exists to contribute to organizational effectiveness. Human resource management is not an end in itself; it is only a means to assist the organization with its primary objectives. Simply stated, the departement exists to serve the rest of the organization
c. Functional objective. To maintain the department’s contribution at a level appropriate to the organization’s needs. Resourcesare wasted when human resource management is more or less sophisticated than the organization demand. The department’s level of service must be tailored to the organization it serve
d. Personal objective. To assisst employees in achieving their personal goal, at least insofar as these goals enhance the individual’s contribution to the organization. Personal objective of employees must be met if workers are to be maintained, retained, and motivated. Otherwise, employee performance and satisfaction may decline, and employees may leave the organization”
Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai salah satu bagian dari Manajemen Organisasi secara keseluruhan jelas akan berpengaruh pada bidang-bidang manajemen lainnya, karena pada dasarnya semua organisasi itu bergerak dan berjalan karena adanya aktivitas dan kinerja Sumber Daya Manusia yang bekerja dalam organisasi.
Dengan demikian nampak bahwa manajemen sumberdaya manusia sangat penting peranannya dalam suatu organisasi termasuk dalam lembaga pendidikan seperti sekolah yang juga memerlukan pengelolaan Sumberdaya manusia yang efektif dalam meningkatkan kinerja organisasi. Tuntutan akan upaya peningkatan kualitas pendidikan pada dasarnya berimplikasi pada perlunya sekolah mempunyai Sumber Daya Manusia pendidikan baik Pendidik maupun Sumber Daya Manusia lainnya untuk berkinerja secara optimal, dan hal ini jelas berakibat pada perlunya melakukan pengembangan Sumber Daya Manusia yang sesuai dengan tuntutan legal formal seperti kualifikasi dan kompetensi, maupun tuntutan lingkungan eksternal yang makin kompetitif di era globalisasi dewasa ini, yang menuntut kualitas Sumber Daya Manusia yang makin meningkat yang mempunyai sikap kreatif dan inovatif serta siap dalam menghadapi ketatnya persaingan.

Rabu, 17 Maret 2010

Doa yang didengar Allah SWT

Sering kali kita berdoa namun jarang sekali yang langsung dikabulkan ,saya punya resep yang manjur terutama untuk mendoakan orang lain atau pihak lain sbb:
1. Untuk berdoa harus khusuk dan ikhlas
2. Jangan sekali kali mentarget pasti terkabul karena kunci terkabulnya adalah ikhlas
3. jangan berpikiran bahwa anda adalah orang yang bersih , suci namun orang yang senantiasa
butuh penuntun kejalan kebenaran
4. adap berdoa :
- ngaku lepat / mengaku bahwa saya banyak salah dihadapan allah SWT
- baca Sholawat nabi seperlunya
- baca Asmaul Khusna sesuai keinginan terutama : ya sami' min 100X , ya basir min 100 X , Ya Rohman min 100X , Ya Rokhim min 100 X
- Yang didoakan dimintakan pengampunan akibat semua tindakan selama ini karena mesti banyak kesalahan
- Keinginan yang didoakan diucapkan
- Baca Alfatikah min 11 X ditujukan bagi yang didoakan
- pasrah terhadap hasil keputusan Allah
- baca Alfatikah terus penutup .
- jangan sekali kali mendikte Allah harus terkabul !

Teman teman itulah sedikit rahasia yang telah sering kami lakukan Alhamdulillah bisa membantu teman teman yang membutuhkan ... amin

Pemimpin yang disenangi rakyat

Judul diatas sebenarnya sederhana namun punya makna yang unggul , karena kalau kita mau mencermati keadaan sekarang ini , masyarakat sedang mencari sosok yang mempunyai kriteria diatas kok sulit , seperti mencari butir mutiara di tengah samudra . aneh nian negeri kita ini , modal dasar pembangunannya sungguh besar terdiri dari SDM , Alam , negara yang luas dan posisi yang sangat strategis diapit dua samudra dan 2 benua namun untuk mencari pemimpin yang betul betul disenangi rakyat masih sulit , disana sini masih saja ada masyarakat yang melecehkan pemimpinnya , wah kita harusnya bangga ada pemimpin yang hidupnya sudah kaya namun masih mau menerima amanah dari rakyat , oleh karena itu apa saja yang menyebabkan mereka menjadi tidak puas sehingga mereka melakukan tindakan anarkis ..... marilah kita carikan solusi yang tepat. Dalam kasanah budaya Jawa kita mengenal istilah Ojo Dumeh , mari kita lihat makna Ojo dumeh ini untuk mengukur sampai seberapa jauh makna ojo dumeh sudah kita gunakan sebagai salah satu alat ukur perjalanan hidup kita .Setelah kita analisa ternyata makna Ojo dumeh artinya adalah siapa saja yang disebut manusia maka haruslah berlaku Sopan , Santun, tahu diri , dan bersikap profesional dengan tolok ukur sareh ing panuntun artinya walaupun dia melakukan sikap profesional namun tetap menjunjung tinggi mikul duwur mendem jero , tetap menghormati leluhur atau siapa saja yang sudah sepuh karena kalau sudah sepuh berarti lebih banyak asam garam kehidupan .Kehidupan modern sekarang menjadikan urgensi sebagai manusia telah berubah , mereka hanya memikirkan dirinya dan kebutuhan dirinya namun walaupun dalam jumlah sedikit masih ada yang juga memikirkan orang lain. Kembali ke masalah Ojo dumeh tadi , untuk menjadi manusia yang menjalankan konsep Ojo Dumeh maka kita harus melaksanakan kegiatan kemanusiannya dengan prinsip memanusiakan manusia , karena hakekat manusia yang baik menurut Kanjeng Nabi Muhammad SAW , adalah yang sebesar besarnya bermanfaat bagi orang lain artinya yang menghormati keberadaan orang lain, sehingga keberadaan kita hendaknya ditunggu orang lain , artinya kita dibutuhkan orang lain , dipercaya orang lain , kita dianggap sebagai penolong orang lain , sehingga kita bernilai dimata mereka , nah setelah kita dianggap bernilai maka konsep Ojo dumeh baru kita gunakan sebaik baiknya , kita harus tahu diri bahwa kita tidak bisa hidup sendiri tapi harus berlaku tolong menolong sehingga kita harus jadi manusia yang dermawan , kita juga harus berlaku jadi orang yang sareh dalam pemikiran tidak grusa grusu dalam mengambil tindakan yang berhubungan dengan nasib,kita juga tahu diri bahwa kekayaan yang kita miliki adalah pinjaman sementara dari gusti Allah yang sewaktu waktu diminta kembali makanya kalau kita kaya jangan sombong , kalau kita pinter dalam bidang tertentu haruslah diamalkan bagi orang lain karena ilmu yang baik haruslah disebarluaskan bagi masyarakat , agar masyarakat lebih beradap dan santun, kalau kita dipercaya oleh masyarakat maka pandai pandailah amanah itu dipegang dengan penuh tanggung jawab dan melaksanakan amanah dengan sebaik baiknya tanpa melanggar norma yang ada , kalau kita kedatangan tamu juga harus menghormati tamu seperti apa yang dikatakan Kanjeng Nabi Muhammad SAW , bahwa memuliakan tamu adalah hukumnya wajib bagi seorang muslim sampai tamunya merasa dimanusiakan dan dimulyakan ,kalau menyangkut sikap haruslah tegas yang benar bilang benar yang salah juga bilang salah , nah dengan ciri ciri manusia yang memiliki konsep Ojo Dumeh tersebut maka mudah bagi kita untuk mencari sosok manusia yang pantas kita jadikan pemimpin bagi kita karena ditangan pemimpin seperti inilah negara kita akan kembali jaya dan masyarakat akan sepenuh hati mendukungnya karena ditangan pemimpin seperti inilah , dapat diharapkan kepemimpinannya

Semua pakerjaan Mulia , semua atas ijin Allah SWT

"Ojo age age siro kepingin nandangi pakaryan gede, utowo ngarep ngarep tekane pakaryan gede, amarga pakaryan gede iku arang tekane, kang kerep siro sandung iku pakaryan kang cilik cilik , siro aja ngremehake marang pakaryan kang cilik cilik iku, sebab yen siro durung kulino nandangi pakaryan kang gampang , kapriye anggoniro bakal biso nandangi pakaryan angel . Mulane samubarang kang tinemu ing tanganiro , lakonono kalawan temen temen ing ati suci , atasna awit karsaning Gusti , amargo ora ono pakaryan ing donya iki kang ora atas saka karsaning Pangeran , nandyan kang katone remeh pisan "
Dari Sesareh Jawa diatas banyak makna yang bisa dipetik sebagai benteng hati , kita menyadari bahwa sebagai manusia biasa kita sering terjebak dengan pemikiran bahwa kita harus mengerjakan pekerjaan yang besar atau bernilai besar , baik diukur dengan nilai materi ataupun wilayah yang dijangkau , kita lupa bahwa pekerjaan yang sudah ada seharusnya tetap dikerjakan dengan koridor ketaqwaan yaitu harus serius , dikerjakan dengan sungguh sungguh penuh pengabdian serta profesional artinya layak dihargai , akan tetapi kenyataan yang ada kita bekerja hanya sesuai dengan kehendak hati saja tanpa rasa tanggung jawab sedikitpun , artinya kita bekerja tidak berorientasi pada produktifitas atau prestasi namun seringkali hanya menghabiskan waktu saja , seringkali kita hanya melaksanakan pekerjaan tanpa target yang jelas , kita hanya melaksanakan tugas apabila orang lain memperhatikan tugas kita , orang lain mencurigai kita , maka kita segera bekerja seolah olah bekerja dengan sepenuh hati , tapi jika orang lain tidak memperhatikan kita,kita kembali bekerja seenaknya sendiri .
Kalau kita bekerja model seperti itu maka tunggu saja akibat yang timbul , karena nantinya akan menemui hal sbb:
1. Tidak dipercaya lagi mengerjakan tugas
2. Tidak diserahi pekerjaan yang levelnya lebih tinggi
3. Tidak akan menerima penghargaan sebagai karyawan teladan
4. Tidak akan memperoleh bonus gaji / bonus kesejahteraan
5. Tidak diberi kesempatan studi lanjut / belajar lagi
6. Tidak diberi kesempatan studi banding ........
dan tidak tidak yang lain karena kesejahteraan munculnya hanya dari prestasi kerja , artinya dimanapun berada prestasi akan diikuti oleh kontra prestasi artinya rejeki / kesejahteraan , artinya mau rejekinya banyak / kesejahteraannya banyak ya dengan berprestasi , tanpa prestasi niscaya jauh dari rejeki , oleh karena itu walaupun kita bekerja di level rendahan jika ingin memperoleh rejeki yang baik maka haruslah dengan diiringi prestasi sehingga atasan kita melihat bahwa kita adalah pekerja yang berprestasi , karena penghargaan akan datang pada orang orang yang meraih prestasi , walupun jenjang pekerjaannya di level rendahan , coba kalau anda percaya , bekerja sungguh sungguh dilevel yang anda sandang sekarang dan ingat kerja yang baik , profesional , penuh syukur , tunggu 3 bulan kedepan apa yang anda raih pasti tidak percaya bahwa anda layak dapat penghargaan ......, semua pekerjaan datangnya dari Allah SWT maka harus dikerjakan dengan sungguh sungguh dan disyukuri pasti akan memperoleh barokah dari yang diatas .... Semoga !

Senin, 08 Maret 2010

Ketenangan hati bagi mereka yang ikhlas ......

Kunci Ketenangan Batin

“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(kesusahan)” (QS ath-Thalaq [65]:7)

Tidak ada penderitaan dalam hidup ini, kecuali orang yang membuat
dirinya sendiri menderita.Tidak ada kesulitan sebesar dan seberat apa pun di dunia ini, kecuali hasil dari
buah pikirannya sendiri. Terserah kita, mau dibawa ke mana kehidupan
ini. Mau dibawa sulit, niscaya segalanya akan menjadi sulit. Jika kita
memilih jalan ini, maka silahkan, persulit saja pikiran ini. Mau
dibawa rumit pastilah hidup ini akan senantiasa terasa rumit.
Perumitlah terus pikiran kita bila memang jalan ini yang paling
disukai. Toh, semua akan tampak hasilnya dan, tidak bisa tidak, hanya
kita sendiri yang harus merasakan dan menaggung akibatnya.

Akan tetapi, sekiranya kehidupan yang terasa sempit menghimpit hendak
dibuat menjadi lapang, segala yang tampak rumit berbelit hendaknya
dibuat menjadi sederhana, dan segala yang kelihatannya buram, kelabu,
bahkan pekat gulita, hendaknya dibuat menjadi bening dan terang
benderang, maka cobalah rasakan dampaknya.

Ternyata dunia ini tidak lagi tampak mengkerut, sempit menghimpit, dan
carut marut. Memandang kehidupan ini terasa seperti berdiri di puncak
menara lalu menatap langit biru nan luas membentang bertaburkan
bintang gemintang, dengan semburat cahaya rembulan yang lembut
menebar, menjadikan segalanya tampak lebih indah, lebih lapang, dan
amat mengesankan. Allahu Akbar!

Memang,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun,
tetapi manusia itulah yang berbuat zalim terhadap diri mereka sendiri”
(QS Yunus [11]:44).

Padahal Dia telah tegas-tegas memberikan jaminan melalui firman-Nya,
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(kesusahan)” (QS ath-Thalaq [65]:7).

Kendalikan Suasana Hati
Kuncinya ternyata terletak pada keterampilan kita dalam mengendalikan
suasana hati. Bagaimana caranya? Salah satu cara yang paling efektif
adalah, manakala berhubungan dengan sesama manusia, jangan sekali-kali
kita sibuk mengingat-ingat kata-katanya yang pernah terdengar
menyakitkan. Jangan pula kita sibuk membayangkan raut mukanya yang
sedang marah dan sinis, yang pernah dilakukannya di hari-hari yang
telah lalu.

Begitu hati dan pikiran kita mulai tergelincir ke dalam perasaan
seperti itu, cepat-cepatlah kendalikan. Segera, alihkan suasana hati
ini dengan cara mengenang segala kebaikan yang pernah dilakukannya
terhadap kita, sekecil apa pun. Ingat-ingatlah ketika ia pernah
tersenyum kepada kita. Kenaglah jabat tangannya yang begitu tulus atau
rangkulannya yang begitu penuh persahabatan. Atau, bukankah tempo hari
ia pernah menawarkan untuk
mengantarkan kita pulang dengan motornya ketika kita tengah berdiri
meninggu bis kota?

Pendek kata, ingat-ingatlah hanya hal-hal yang baik-baiknya saja, yang
dulu pernah ia lakukan, seraya memupus sama sekali dari memori pikiran
kita segala keburukan yang mungkin pernah ia perbuat.

Allah Azza wa Jalla sungguh Maha Kuasa membolak-balikkan hati
hamba-hamba-Nya. Kita akan kaget sendiri ketika mendapati hasilnya.
Betapa cepatnya hal ini berubah justru sesudah kita berjuang untuk
mengubah segala sesuatu yang buruk menjadi tampak baik.

Bertambah dewasa ternyata tidak cukup hanya dengan bertambahnya umur,
ilmu, ataupun pangkat dan kedudukan. Kita bertambah dewasa justru
ketika mampu mengenali hati dan mengendalikannya dengan baik. Inilah
sesungguhnya kunci bagi terkuaknya ketenangan batin.

Suatu ketika kita dilanda asmara, misalnya. Kalaulah tidak pernah mau
bertanya kepada diri sendiri, maka akan habislah kita diterjang oleh
gelinjang hawa nafsu. Demikian juga kalau kita sedang diliputi gejolak
amarah. Sekiranya tidak pernah mau mengendalikan hati, akan celakalah
kita dibuatnya karena akan menjadi orang yang berlaku aniaya terhadap
orang lain.

Oleh sebab itu, kita harus benar-benar memiliki waktu dan kesungguhan
untuk bisa memperhatikan segala gerak-gerik dan perilaku hati ini.
Jangan-jangan kita sudah tergelincir menjadi sombong tanpa kita
sadari. Jangan-jangan kita sudah memusnahkan pahala amal-amal yang
pernah dilakukan tanpa kita sadari. Jangan-jangan kita sudah termasuk
orang yang gemar berlaku zalim terhadap orang lain tanpa kita sadari.
Apabila ini terjadi, maka apalagi kekayaan yang bisa menjadi bekal
kepulangan kita ke akhirat nanti? Bukankah segala amal yang kita
perbuat itu-adakah ia tergolong amal salih atau amal salah-justru
tergantung pada kalbu ini?

Kita pergi berjuang, berperang melawan keangkaramurkaan, berkuah peluh
bersimbah darah. Tetapi, sepanjang bertempur hati menjadi riya, ingin
dipuji dan disebut pahlawan;tidakkah disadari bahwa amalan seperti ini
di sisi Allah kering nilainya, tidak ada harganya sama sekali?

Menjadi mubaligh, berceramah menyampaikan ajaran Islam. Didengar oleh
ratusan bahkan ribuan orang. Pergi jauh ke berbagai tempat,
menghabiskan sekian banyak waktu dan menguras tenaga serta pikiran.
Namun, sama sekali tidak akan ada harganya di sisi Allah kalau hati
tidak ikhlas. Sekadar ingin dipuji dan dihormati, sehingga merasa diri
paling mulia, atau bahkan lebih fatal lagi, karena motivasi sekadar
untuk mendapat imbalan.

Berangkat haji, memakan waktu berpuluh hari dan menempuh jarak beribu
kilometer. Tubuh pun terpanggang matahari yang membakar dan
berdesak-desakan dengan berjuta-juta manusia. Tetapi, kalau tidak
disertai niat karena Allah, sekadar ingin dipuji karena mendapat
embel-embel titel haji, maka na’udzubillah, semua ini sama sekali
tidak berharga di sisi Allah.

Mengapa pekerjaan yang telah ditebus dengan pengorbanan sedemikian
besar malah membuahkan kesia-siaan? Ternyata sebab-musababnnya
berpangkal pada kelalaian dan ketidakmampuan mengendalikan suasana
hati. Sebab, sekali seseorang beramal disertai riya, ujub, atau sum’ah
(sekadar mencari popularitas) , maka tidak bisa tidak, pikirannya
hanya akan disibukkan oleh persoalan tentang bagaimana caranya agar
manusia datang memujinya. Begitu pujian itu tidak datang, sertamerta
hati pun dilanda sengsara. Bila sudah begini, kapankah lagi dapat
diperoleh ketentraman hidup, selain sebaliknya, hari-harinya akan
senantiasa digelayuti perasaan resah, gelisah, kecewa, dan sengsara?

Niat yang Ikhlas
Oleh karena itu, sekiranya kita belum mampu melakukan amal-amal yang
besar, tidakkah lebih baik memelihara amal-amal yang mungkin tampak
kecil dan sepele dengan cara terus-menerus menyempurnakan dan
memelihara niat agar senantiasa ikhlas dan benar? Inilah yang justru
akan dapat membuahkan ketenangan batin, sehingga insya Allah akan
membuahkan pula suasana kehidupan yang sejuk, lapang, indah dan
mengesankan.

Mudah-mudahan dengan kesanggupan kita menyempurnakan dan memelihara
keikhlasan niat di hati tatkala mengerjakan amal-amal yang kecil
tersebut, suatu saat Allah Azza wa Jalla berkenan mengkaruniakan
kesanggupan untuk mampu ikhlas manakala datang masanya kita harus
mengerjakan amal-amal yang lebih besar.

Besar atau kecil suatu amalan yang dikerjakan dalam hidup ini,
sekiranya didasari hati yang ikhlas seraya diiringi niat dan cara yang
benar, niscaya akan melahirkan sikap ihsan. Yakni, kita akan selalu
merasakan kehadiran Allah dalam setiap gerak-gerik, sehingga dalam
setiap denyut nadi ini, kita akan selalu teringat kepada-Nya.

Inilah suatu kondisi yang akan membuat hati selalu merasakan kesejukan
dan ketentraman.
“Alaa bi dzikrillaahii tathma ‘inul qulub” (QS ar-Ra’d[13]: 28),
demikian Allah telah memberikan jaminan. Ingat, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tentram!

Demi Allah tidak ada pilihan lain. Kita harus senantiasa mewaspadai
hati ini. Jangan sampai diam-diam membinasakan diri justru tanpa kita
sadari. Sudah pahala yang didapat sedikit, hati pun tak bisa
terkendalikan, sehingga semakin rusaklah nilai amal-amal kita dari
waktu ke waktu. Na’udzubillaah!

Dengan demikian, selain kita terbiasa mandi untuk membersihkan jasad
lahir, kita pun harus memiliki kesibukan untuk “memandikan” hati ini.
Selain kita makan untuk mengenyangkan perut, kita pun harus
“menyantap” sesuatu yang dapat membuat hati ini terisi. Selain kita
berdandan untuk merapikan penampilan, kita pun harus sibuk “bersolek”
merapikan hati kita. Dan selain kita rajin becermin untuk memperelok
wajah, kita pun jangan lupa untuk rajin-rajin pula “becermin” untuk
memperelok hati.

Semua ini tiada lain agar kita memiliki kemampuan untuk senatiasa
menyelisik niat maupun perilaku buruk dan busuk yang, disadari ataupun
tidak, mungkin pernah kita perbuat. Itu akan lebih menolong daripada
kita sibuk mengintip-intip keburukan orang lain, yang berarti hanya
menipu diri sendiri belaka dan sama sekali tidak akan mendatangkan
ketenangan batin. Wallahu a’lam![]

(Nawwira Kifliyah/Kunto W; Sumber : Buku Meredam Gelisah Hati, MQS. )